1. Awal Pertemuan dengan Gaffi dan Elvano

Jafin dan Ardan kini tengah duduk di sebuah cafe dekat dengan sebuah gedung pencangkar langit yang bertuliskan 'Abiputra Company' yang tak lain milik ayah mereka sendiri. Mereka tengah menunggu seseorang untuk datang bertemu di cafe. Jafin terus menerus menilik ke arah jam di tangannya dan meminum smothies miliknya yang sudah menghabis 2 gelas. Jafin menangkupkan dagunya ke atas meja yang sedikit berantakan. Terlihat jelas wajahnya yang kusut dan kesal karena menunggu kedatangan sahabat dari ayahnya.

“Lu tuh haus apa gimana sih dek” ujar Ardan memprotes.

“Om Gaffi lama. Janjinya jam 10. Ini udah jam 12”

“Lu kenal om Gaffi dari mana dan kapan?”

“Aa pasti lupa. Kemaren kan kita main bareng sama dia waktu dia ke rumah” seru Jafin sambil menatap ke arah kakak keduanya.

“Oh lupa gua. Maklum otak gua isinya skripsi”

“Sombong amat mentang-mentang tinggal skripsi doang”

Tak selang beberapa lama pria berjas datang memasuki cafe dengan gaya cool dan tampan namun tidak menggunakan pakaian formal tak seperti Kavin ayah dari Ardan dan Jafin yang terlalu formal dan canggung. Ia menghampiri Jafin dan Ardan yang tengah melayangkan tatapan sinis ke arah Gaffi.

“Jafin, Ardan. What's up bro” ujar Gaffi ramah namun tetap cool pada kedua lelaki didepannya.

“Lama bener bapak-bapak satu ini” protes Jafin pada Gaffi.

Gaffi duduk di kursi samping Jafin duduk dan diikuti oleh seorang pria berjas ikut duduk menarik kursi di belakangnya untuk duduk di samping Gaffi.

“Sorry kita lama. Biasalah pembisnis sibuk” jawab Gaffi.

“Hoekks so sibuk sekali om. Bentar kaya asing deh, ini siapa Om?” tanya Jafin pada pria di samping Gaffi.

“Saya Elvano Fauzan sahabatnya Gaffi dan Kavin juga” jawab Elvano santai memperkenalkan dirinya pada Jafin dan Ardan.

“Hai om gua Jafin dan ini Aa Ardan” Jafin ikut memperkenalkan dirinya dan mencoba mengakrabkan diri dengan pria yang baru ia temui hari ini.

“Hai Ardan, kayanya kita baru ketemu sekarang ya” ujar Gaffi yang pandangannya menuju pelayan cafe untuk meminta menu.

“Iya om baru ketemu kita. Maklum gua jga sibuk,” Ardan menatap ke arah kedua pria di depannya dengan tangannya tak berhenti memainkan ponsel.

Kini mereka berempat tengah berdiskusi. Jafin, Ardan dan kedua pria di depannya begitu serius dengan pembicaraan soal perjodohan. Jafin menyenderkan punggungnya pada kursi cafe dengan wajah memelas menatap ke arah Gaffi dan Elvano dan tak lupa menghelakan nafasnya.

“Kenapa kamu fin?” tanya Elvano menatap mata prustasi Jafin.

Jafin menatap ke arah Elvano malas, “Pusing saya om. Ayah cuek bener sama cewek”

“Begitu lah sifat ayah kalian” Gaffi ikut menyambar pada jawaban Jafin.

“Kita juga ingin ayah bahagia om”

“Iya om tau dan, tapi gimana lagi.” Gaffi menggedikkan bahunya dan menatap ke arah Jafin dan Ardan, “Om juga udah sering jodohin dia sama cewek dari kalangan bisnis. Tapi tetep ayah kalian itu cuek”

“Tapi kayanya, untuk sekarang ayah bakal nurut sama kita”

“Kok bisa?” tanya Gaffi penasaran.

Ardan ikut mengangguk, “Karena ayah udah janji bakal nurutin semua kemauan kita”

“Hmm.. Lalu kalian udah punya kandidatnya siapa?” tanya Elvano ikut membuka obrolan.

“Udah om. Dek tunjukin fotonya!” perintah Ardan pada Jafin.

Jafin terdiam sejenak, tangannya langsung menyambar ponsel miliknya yang terletak di atas meja cafe. Jari tangannya dengan cekatan membuka gallery di ponselnya. Ponsel layar sentuh miliknya kini sudah memperlihatkan foto Anindira yang tengah tersenyum, ia menerangkan layar ponselnya dan kembali meletakkan ponsel miliknya di tengah meja agar semua orang yang berada di situ dapat melihat photo tersebut.

Elvano sangat terkejut ketika melihat foto Anindira yang tak lain adalah adiknya ada di ponsel anak dari sahabatnya. Gaffi pun ikut terkejut melihat foto itu, Ia mengambil ponselnya dan mulai mendekatkannya dari jarak dekat, lalu ia memberikan ponselnya pada Elvano.

“Dia kan adiknya Elvano”

“HAH!! Serius om?” seru Jafin dan Ardan bersamaan yang terkejut.

“Ia dia adik saya. Kalian ketemu Anindira dimana?” tanya Elvano.

“Panjang ceritanya om. Intinya Aa dan Jafin kenal sama adik om sekarang” ujar Ardan sambil tersenyum.

“Aa asalnya jutek banget sama kak Dira. Tapi sekarang mah suka”

“Asyik di ajak ngobrol orangnya Bikin nyaman, makanya gua suka” ujar Ardan ikut menanggapi pernyataan Jafin.

“Jadi kalian serius mau jodohin ayah kalian sama Anindira?” Gaffi kembali bertanya pada Ardan dan Jafin dengan kepastian soal perjodohan sahabatnya dengan adik sahabatnya.

“Iya om kita serius. Om setuju kan?”

Elvano mengangguk, “Saya setuju jika Anindira dengan Kavin”

“Iya betul, saya ikut setuju” Gaffi ikut menanggapi.

“Om ada cara gak biar mereka bisa deket?” tanya Jafin sambil menatap ke arah Elvano dan Gaffi.

“Sebentar sepertinya mereka bakalan dekat sendirinya” jawab Elvano dengan tenang.

“Memang kenapa?”

“Saya pernah tahu jika perusahaan Kavin sedang mencari seorang model. Namun saya gak terlalu menanggapi” ujar Elvano menjelaskan. “Tapi kemarin papa dapet lowongan bilang ke saya rekan kerjanya cari model pengganti untuk produk barunya karena model lamanya cuti menikah” lanjut Elvano.

“Bagus dong om. Gak susah dong deketinnya”

“Ayah kan susah banget dek yang tadi om Gaffi bilang, di kenalin cewek aja cuek” ujar Ardan ikut mengomentari sang ayah.

“Tapi tenang nanti kita cari cara biar mereka berdua bisa lebih deket. Ayah kamu jangan sampai tahu dulu” perintah Gaffi sambil memikirkan suatu cara.

Jafin dan Ardan mengangguk bersamaan. Mereka berdua yakin jika ayah dijodohkan dengan perempuan pilihannya akan lebih bahagia dan tidak akan seperti sekarang.

“Lalu soal kak Anindira gimana?” tanya Jafin lagi berbicara soal perempuan yang akan dijodohkannya.

“Biar om yang urus” jawab Elvino pada kedua lelaki didepannya.

“Berarti kita sekarang cari cara biar mereka sering ketemu dan sering bareng”

Jafin, Ardan dan kedua pria didepannya masih berfikir mencari cara agar Kavin dan Anindira bisa dekat setiap hari. Dan bagaimana caranya agar mereka mau dijodohkan.