Angin malam berhembus melewati taman perkarangan Villa milik keluarga besar Abiputra. Bunga-bunga menghiasi sekitarnya sangat cantik dan elok, tak lupa juga ornamen-ornamen lampu kecil bergantungan.
Namun, hal itu tak menghalangi semua orang untuk beraktivitas di sana. Alunan musik jazz romansa menggema mengisi kekosongan taman, tak lupa juga mc menyapa para tamu undangan yang turut hadir silih berganti.
Ginela kini duduk bersama ayah mertuanya sambil menikmati pemandangan indah di luar sana. Hari ini adalah hari pernikahan mantan pacarnya dengan sahabatnya, Laluna. Perempuan itu tak ada rasa cemburu ataupun iri. Karena bagi Ginela, Arseno sudahlah lebih dari cukup dan Ghazi hanyalah masa lalunya. “Sayang, kamu udah makan?” Tanya Arseno duduk di samping ayahnya.
“Udah sayang tadi sekalian suapin makan Arga,” jawab Ginela sambil menyuapi ayah mertuanya lagi.
Arseno mengelus rambut Ginela lega. “Syukurlah, sayang. Ayah Arseno ke depan dulu ya.” lalu berdiri menatap mata istrinya. “Kalau gitu aku ke depan lagi sambut tamunya Daddy.”
“Iya sayang,” ujar Ginela menganggukan kepalanya seraya menjawab ucapan suaminya.
Setelah selesai menyuapi ayah mertuanya, kini Ginela duduk kembali sambil bermain bersama Arga dan Raka. Senyuman tak lepas dari wajahnya ketika melihat keduanya akur.
“Ne ... La ...,” panggil ayah mertuanya.
“Iya, ayah kenapa?” sahut Ginela menghadap ayah mertuanya.
“Mana Sen .. o?” Tanya ayah mertuanya terbata-bata.
“Ayah mau ke Seno. Ginela panggilin dulu ya, tunggu sebentar.” Kemudian Ginela melangkahkan kakinya pergi mencari keberadaan sang suami yang entah di mana keberadaannya.
Sepeninggalan menantunya, pria tua yang biasa dipanggil Mang Ujang oleh sebagian orang yang di kenalinya, tersenyum ke arah Ginela dan Arseno yang berjalan memasuki bagian dalam villa.
“Ada apa ayah?” ujar Arseno jongkok di depan ayahnya.
“Pulang,” pinta Mang Ujang terbata.
Arseno menganggukan kepalanya. “Ayah mau pulang? Ya udah kita pulang, ya. Seno izin dulu sama Daddy.” Lalu melangkahkan kaki untuk mencari ayah sambungnya.
Ginela yang sedari tadi menyimak percakapan antara anak dan ayah itu hanya tersenyum. Kemudian ia kembali duduk mengajak Mang Ujang membicarakan pertemuan awalnya bersama Arseno, walaupun ia tahu jika hal itu tak mungkin ditanggapi oleh lawan bicaranya.
Tak lama dari obrolan keduanya itu terhenti ketika seseorang memanggil Ginela. “Hai, Nel,” sapa Laluna.
“Hi, selamat atas pernikahan kalian berdua,” balas Ginela mengulurkan tangannya.
Laluna menerima uluran tangan sahabatnya. “Makasih ya, udah hadir dan gua mau mi—.”
“Santai aja. Maaf, Lun, gua duluan,” balas Ginela memotong ucapan Laluna setelah netranya melihat Arseno mendekat.
Tanpa mau berbasa-basi lagi, Ginela segera mendorong kursi roda ayah mertuanya meninggalkan kedua pasangan yang mematung dan diikuti oleh babysister yang menggendong Arga.
Entah kenapa hati Ginela terasa sakit jika terus di sana, seolah-olah luka lama kembali terbuka. Walaupun ia sudah memaafkan tapi sangat sulit untuk melupakan masa lalu.
•••••