Ardan datang ke rumah Kalana juga

Langit telah berubah dari terang menjadi gelap. Jalanan kota Bandung saat itu begitu ramai menunjukan masih ada aktivitas. Lampu-lampu jalanan terus menerangi jalanan dan mobil-mobil yang masih berlalu lalang.

Sepasang mata tak lepas pandangannya dari jalanan kota Bandung yang terlihat meninggalkan jentik-jentik kecil pada jok motor sport. Pemilik sepasang mata itu adalah Ardan. Masih sunyi dan diam, tak ada sepatah kata mau ia keluarkan dari dalam mulutnya. Dirinya masuh mengendarai motor miliknya berbelok arah pada perumahan rumah milik seseorang yang sudah mulai ia sukai.

Motornya sudah sampai tepat di depan pagar rumah yang bernuansa putih biru. Seorang wanita paruh baya keluar dari arah dapur rumahnya seolah-olah sudah tahu jika Ardan akan datang.

“Eh A' Ardan, silahkan masuk!” Ucapnya mempersilahkan Ardan untuk masuk.

Ardan tersenyum, “Makasih bi. Tahu saja saya mau datang bi,” Canda Ardan sambil berjalan masuk ke halaman rumah Kalana.

“Iya A' langsung masuk aja ada A' Naren,”

“Naren?”

Ardan yang terkejut perkataan wanita di depannya langsung berjalan memasuki teras rumah Kalana. Pintu berwarna biru muda itu terbuka begitu lebar, disana terlihat jelas ada Narendra yang tengah duduk dilantai dan juga Kalana yang ikut menemani lelaki di sampingnya itu.

Ardan berdeham. Kakinya melepas sepatu kets miliknya dan masuk tanpa persetujuan dari sang pemilik rumah. Tanpa wajah berdosa, dirinya langsung duduk di antara Kalana dan Ardan. Ketika melihat Narendra dan Kalana duduk berdampingan terlihat begitu jelas dirinya tak suka dan tak nyaman.

Kalana yang berada di sana langsung memindahkan dirinya agak menjauh dari Ardan. Namun dasar Ardan yang begity jahil malah menarik tangan Kalana agar berdekatan dengan dirinya.

“Ngapain pindah?”

“Suka-suka gua.”

“Asal mulu jawabnya,”

“Suka-suka si Kalana lah.” balas Narendra dibelakang Ardan yang matanya masih fokus pada buku di atas meja. Ardan mendelik ke arah belakangnya, “Gak usah ikut campur. Kerjain aja tugasnya.”

Narendra hanya menggelengkan kepalanya tanpa mau membalas perkataan Ardan. Dirinya tak mau menjadi kekanak-kanakan. Apalagi di depan perempuan yang ia sukai, Narendra harus bisa menahan emosinya.

Kalana yang tak mau ambil pusing lagi dengan dua orang lelaki didepannya. Dirinya berjalan meninggalkan Ardan dan Narendra yang kini hanya duduk berdua.

Ardan menyenderkan badannya pada sofa di belakangnya sambil matanya terfokus pada Narendra yang sama sekali masih duduk didepannya tanpa mau menoleh kepada teman yang kini telah menjadi saingannya.

“Nih minum dulu,”

“Duh kebetulan haus gua. Thanks, Kal.” Ardan langsung menggapai gelas di tangan Kalana. Tanpa basa-basi lagi langsung meneguk habis air jeruk.

Kalana yang melihat hanya menggelengkan kepalanya dan terkejut karena hentakkan Ardan yang menaruh gelas di atas meja dengan begitu keras.

“Pelan-pelan bisa teu sih,”

“Hanteu.”

“Lu mau ngapain kesini sebenernya?” tanya Kalana kini yang telah menghadap Ardan.

“Ya mau ikut ngerjain juga,” balas Ardan mengambil kertas di dekat Narendra.

“Ya udah kalo mau ikut jangan ganggu.” perintah Kalana dengan tegas.

“Siap bu bos.”

Kalana kembali fokus pada buku didepannya sambil berpindah tempat duduk samping Narendra. Ia fokus menanyakan soal pertanyaan yang ada di buku paket miliknya. Berbeda dengan Ardan yang mengintip pada Narendra yang masih fokus mengerjakan.