Bagi sebagian orang di dunia kerja setelah lelah bekerja, biasanya ingin langsung pulang ke rumah. Namun, tidak bagi Naufal yang sekarang malah berdiri tepat di halaman sebuah gedung perkantoran. Kedua tangannya berkacak pada pinggang kiri dan kanan sambil memutar bola matanya.

“Serius ini kantor punya dia?” gumam Naufal takjub.

Kemudian, Naufal melangkahkan kakinya memasuki area perkantoran dengan arahan yang diberikan oleh Jeandra. Si roh bilang kalau ia ingin masuk menuju kantornya harus melewati satpam dan lift.

Namun, Naufal lihat ke segala arah jika orang-orang bisa memasuki lift harus menggunakan kartu akses. Sedangkan si lelaki manis tak memilikinya.

“Na, jangan lewat pintu utama. Lu bisa masuk dari basemant,” titah Jeandra.

“Kenapa nggak ngomong dari tadi sih lu!” ketus Naufal memukul tangan si roh. Jeandra menyunggingkan senyuman hingga matanya membentuk bulan sabit. “Sorry. Gua lupa ngasih tahu lu. Ya udah ayo ke sini!” lalu berjalan kembali keluar dari gedung.

Si roh menuntun Naufal mengikutinya yang kini sudah berjalan terlebih dahulu. Si manis di ajak berjalan menuju pintu menuju basemant yang tak ada pengawasan satpam maupun bodyguard sama sekali. Sebenarnya Naufal masih tak mengerti kenapa Jeandra memerintahnya untuk kemari. Tetapi tadi jika tidak salah dengar, si roh bilang jika ia harus menyimpan file rahasia yang kemungkinan bisa di akses oleh siapapun.

“Na, kenapa diam saja di situ ayo!” ajak Jeandra yang sudah masuk ke pintu lift yang sudah terbuka.

Naufal menurut melangkahkan kakinya ke dalam sana. “Jean, jadi gua harus ambil file di komputer lu kan? Cctv juga?” “Iya lu ambil itu di sana. Berisik gua duluan.” Jeandra menghilangkan dirinya dari sana.

“Lah anjir malah ninggalin gua. Gimana gua masuk ke sananya?” gumam Naufal lirih. “Apa gua balik lagi aja? Ah, nggak mungkin. Bisa-bisanya ganggu gua terus tuh anak. Ayo Na, lu pasti bisa!!” lanjutnya menyemangati dirinya sendiri.

Sesampainya Naufal di lantai tujuan, kedua matanya melirik kanan dan kiri lorong yang di penuhi dinding kayu dan beberapa pintu akses keluar masuk. Hingga telapak kakinya sampai tak jauh dari pintu bertuliskan 'CEO ROOM'.

Naufal bingung, harus bagaimana ia masuk ke sana. Tidak mungkin juga langsung masuk tanpa bertanya pada meja resepsionist. Lelaki manis itu masih mematung di tempat. “Gua tungguin mereka pergi aja kayanya.” Tak selang beberapa lama, Naufal melihat jika perempuan tersebut berdiri sambil menyampirkan tasnya lalu pergi dari sana membuat dirinya merasa lega. Karena merasa sudah aman, Naufal langsung berjalan memasuki ruang kerja yang tak lain milik Jeandra.

Ketika awal membuka pintu, Naufal di kejutkan dengan ruang kerja yang sangat luas. Lebih luas dari cafe milik Marsha. Menurutnya ini sangatlah besar, jarak antara pintu dan meja kerja lumayan jauh. Tak hanya itu saja yang membuatnya takjub, seluruh jendela kaca yang memperlihatkan pada gedung-gedung pencakar langit yang lebih pendek dari tempat Naufal berdiri. Sungguh beruntung para karyawan bisa bekerja di sana.

“Lama bener!” sungut Jeandra menatap Naufal dengan kesal.

“Mau masuk ke sini itu susah, lu nggak mikir apa?” balas Naufal tak kalah kesal. “Ya udah ayo cepetan, gua harus ngapain?” Naufal duduk tepat di kursi goyang yang biasa Jeandra gunakan sehari-harinya untuk bekerja. Jeandra memutar bola matanya menatap ke arah iMac sebagai tanda kode pada Naufal. Si empu yang di perintahkan langsung peka mencari tombol power untuk mengaksesnya.

Tak menunggu lama, iMac menyala. Naufal langsung melancarkan aksinya memindahkan seluruh laporan bahkan file-file penting sesuai arahan Jeandra. Walaupun terkadang dirinya kesal karena sang roh yang sama sekali tak sabaran.

“Beres. Jean ini file cctv ada di—,” ucap Naufal terpotong ketika mendengar suara berteriak mendekat ke arahnya.. Naufal lupa jika ia belum merasa lega karena masih ada satpam yang berjaga di sana.

Jeandra hanya mematung di sana ketika mendengae suara langkah kaki itu semakin mendekat kemudian ia saling melempar tatap dengan Naufal.

Naufal merasa gugup takut dirinya di sangka maling. Belum juga sempat untuk mematikan iMac. Tiba-tiba saja dua seorang pria berbadan besar berseragam putih biru tua lengkap dengan topi dan tongkat yang si sisipkan pada sabuk celana berjalan berjalan menghampirinya dengan wajah yang garang.

“Siapa kamu? Kenapa kamu ada di ruangan tuan Jeandra? Mau maling ya?” Pria berseragam itu menghujam Naufal dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.

Naufal hendak menjawab, tapi pria tersebut langsung menarik si manis pergi dari sana. Ia hanya bisa pasrah tanpa perlawanan, jika melakukan itu pun percuma. Bisa-bisa Naufal di bawa ke penjara dan di anggap sebagai buronan.

Jeandra ingin menolong lelaki manis itu. Namun saja percuma, ia hanyalah roh yang tak bisa berteriak atau pun menyentuh benda. Lelaki itu hanya bisa meminta maaf walaupun tak terdengar sama sekali.

•••••