Baru kali ini Narendra bertemu dengan seorang lelaki yang bawelnya melebihi dirinya. Jevano tak henti-hentinya memarahi Narendra yang terlambat datang ke Gallery, padahal sudah jelas lelaki itu menjelaskan kenapa dirinya dan Harsa bisa terlambat datang.
“Gua udah bilang sama lu. Ban mobilnya pecah. Tanya aja Harsa.”
“Kamu kan bisa ngabarin saya atau Marcus terlebih dahulu.”
“Ck.. Bawel banget sih, kamu tuh cewek atau cowok sih?” delik Narendra sebal sambil berkacak pinggang didepan Jevano yang masih duduk di sofa.
“Sudah-sudah Tuan Muda, ayo sekarang kita mulai saja fitting bajunya.” lerai Marcus. Narendra yang tak menyukai ocehan Jevano akhirnya langsung terdiam. Lalu kini dirinya fokus kepada Harsa yang sudah membawakan beberapa jas pengantin untuk di coba di ruang ganti.
Begitu juga Jevano yang ikut mencoba jas untuk acara pernikahannya. Ketika dirinya telah selesai dan kembali mendudukan dirinya di sofa. Ia menatap ke arah Narendra yang sedari tadi sudah lima kali mengganti jas.
“Bagaimana, Sa udah baguskan?” Tanya Narendra pada Harsa sang asisten.
“Bagus, Tuan Muda.” Harsa mengacungkan jempol pada Narendra yang sedari tadi tersenyum ke arah lelaki itu.
“Ya sudah berarti saya juga pakai yang putih gading juga.” Ucap Jevano tiba-tiba saat melihat pakaian Narendra.
“Baik Pangeran.”
Narendra yang mendengar percakapan Jevano dengan pelayan Gallery hanya mendelik sebal. Kenapa lelaki itu malah mengikuti apa yang ia gunakan? Serasi? Tentu tidak mungkin, lelaki itu tak mau serasi dengan seorang Pangeran yang tak ia sukai itu.
“Sudahkan semuanya? Ayo kita pergi!” Ajak Jevano.
“Nggak usah teriak-teriak bisa?” Lirih Narendra dengan ketus.
Keadaan Jevano saat itu tengah menahan ucapan Narendra yang begitu ketus. Tapi lidahnya begitu terasa kelu, ia harus menahan mulutnya karena keadaan sekarang masih diluar. Jevano harus berusaha menahannya. Harsa menggelengkan kepalanya ketika mendapati atasannya yang saling adu mulut. Otaknya tak berdiam saja, ia memikirkan sesuatu agar Jevano dan Narendra bisa bersama mulai dari detik ini.
Seperti mendapatkan ide cemerlang, Harsa menatap ke arah Marcus seolah-olah memberi kode agar Jevano dan Narendra bisa satu mobil bersama. Marcus langsung mengangguk mengerti.
“Sebentar Pangeran, ini mobil kami masih lama karena ban tidak ada cadangan. Apa boleh kami menumpang?” Pinta Harsa sopan.
Jevano menganggukan kepalanya, “Iya boleh.” Matanya menatap ke arah Narendra yang sedari tadi tangannya memegang jas berwarna biru tua. “Ya udah ayo pulang.” Lanjut Jevano sambil berdiri melewati Narendra keluar dari gallery.
•••••
Kini Jevano dan Narendra sudah duduk berdampingan di mobil milik Altaro Kingdom. Lelaki itu sedari tadi tak bisa diam, matanya menatap ke arah setiap mobil yang berisi banyak minuman bahkan ada juga makanan disana.
Jevano yang notabenya menyukai keheningan, merasa terusik karena Narendra sedari tadi tidak mau diam. Dan malah mondar mandir entah apa yang ia kerjakan.
“Kamu bisa diam tidak? Bolak balik terus, saya pusing lihatnya!” Protes Jevano sambil menatap ke arah Narendra.
“Suka-suka saya. Ini kaki dan tangan saya.” Jawab Narendra dengan ketus.
“Bisa-bisanya Ratu Shalvia menjodohkan saya dengan pria seperti anda,” Jevano bergumam sambil menatap ke arah Narendra yang tengah menatap ke arah luar jendela mobil yang tertutup tirai.
Narendra mendelik ke arah Jevano, “Memang saya mau dinikahkan dengan anda?” Marcus yang sedari tadi menjadi saksi perkelahian pasangan sejoli didepannya hanya mampu menggelengkan kepalanya. Ia begitu menyesal tak mengikuti arahan Harsa untuk duduk didepan bersama pacarnya itu. Dan beginilah hasilnya sekarang.
“Itu bukan jawaban,” Narendra memberikan tatapan tajamnya pada Jevano.
Pada saat ini ia ingin sekali mencekik lelaki disampingnya pada saat itu juga. Tapi tidak bisa, Narendra harus ingat jika lelaki itu adalah Pangeran Altaro Kingdom. Seseorang yang sangat berperan penting di negeri ini. Jadi tidak mungkin juga tiba-tiba ada berita calon suami Pangeran telah membunuh calonnya sendiri.
Begitu mengerikan menurutnya.