Berbulan bulan berlalu, musim demi musim kian berganti. Bandung kembali ramai dengan kehadiran tiga anak laki-laki yang kini telah tumbuh semakin tinggi dan besar.

Rumah yang di tempati oleh Darvan, mama nya dan keponakannya itu telah kembali dari masa kelamnya.

Suara langkah kaki memasuki pintu depan rumah yang tak begitu mewah, jaket yang ia kenakan meninggalkan bulir bulir air hujan yang amat sangat deras.

“Om Darvan pulang”

Darvan melepas sepatu kerjanya dengan matanya tak henti-hentinya ia tolehkan ke arah dalam rumah di arah depan begitu sepi.

Ia melangkahkan kakinya memasuki ruang tv yang kedengaran suara bising dari mulut keponakannya yang masih berumur 10 bulan.

“Van udah pulang kamu” Sapa wanita paruh baya yang duduk bersantai di sofa.

Darvan mengangguk, “Iya ma. Capek juga jadi dosen” Darvan menghampiri ibu nya dan tak lupa untuk mencium tangannya untuk menyapa sopan santunnya kepada orang tua.

“Udah resiko kamu mau kuliah jurusan itu”

Darvan menatap ibundanya sambil tersenyum seolah-olah menyembunyikan kesedihan di dalam dirinya. Mereka yang berada dalam rumah menunggu seorang pria bernama Kavin untuk pulang pada mereka. Pulang menuju rumahnya yang sudah beramat sangat ia rindukan.

“Ma, benerkan mama izinin aku ajak Jafin ke Solo?”

Wanita yang selalu di sapa 'Mama' hanya mengangguk untuk memberikan jawaban dari perkataan Darvan. Ia tertenggun, menatap anak sulungnya. Wajahnya masih memperlihatkan ekspresi khawatir kepada cucunya, Jafin yang akan di bawa oleh Darvan.

“Mama jangan khawatir”

Mama nya masih tertenggun menatap Darvan dan Jafin lekat. Di dalam hatinya masih ada keraguan untuk melepaskan Jafin ke pangkuan Darvan. Mungkin di sisi lain ia harus percaya pada anaknya bisa menjaga Jafin. Tapi di sisi lain ia akan merindukan sosok anak laki-laki di depannya.

“Aku udah bilang juga ke Kavin,” ujar Darvan dengan tangan ikut memainkan mainan bersama Ardan. “Walaupun aku tau, Kavin gak akan bales chat”

“Iya van, mama udah percayakan kamu soal Jafin” Ia tersenyum menatap ke tiga cucunya, “Mama juga udah hubungi om Reno dan tante Sisy”

“Oke cantik. Kalau repot aku minta bantuan om Reno dan tante Sisy”

Hingga tiba harinya, Darvan telah menyiapkan segala keperluan dirinya dan Jafin untuk ikut bersamanya ke Solo. Mereka dalam perjalanan menuju stasiun bersama-sama. Sesampainya di Stasiun, Darvan tersenyum dan memeluk mama dan kedua keponakannya. Jafin yang tak mengerti hanya melonggo melihat orang-orang terdekatnya melayangkan rasa kasih sayang.

“Aku pergi ya ma”

“Jaga diri, jagain Jafin untuk mama”

Darvan mengangguk, “Iya ma siap pasti itu”

“Ya udah sana. Nanti telat ketinggalan kereta” seru mama sambil mendorong Darvan untuk memasuki tempat menuju kereta api.

Darvan tersenyum sambil menggendong Jafin iya berjalan dan tangannya tak henti-hentinya melambaikan pada ibunda. Di dalam benaknya, ia khawatir akan keadaan ibunda yang mengurus kedua keponakannya sendirian karena ayahnya sibuk kerja.

Namun ia yakin jika ibunya bisa sama seperti mengurus dirinya dan Kavin saat kecil. Darvan mulai menghilang dari pandangan mamanya.

Mereka kembali berpisah, berpisah untuk kembali bertemu di kehidupan selanjutnya yang akan mengantarkan mereka pada kebahagiaan tanpa ada lagi yang terluka.