Cuaca malam hari ini begitu sejuk dan tenang. Langit menunjukkan beberapa bintang yang berkelip di sekitarnya. Bulan begitu bersinar dengan terang tanpa di selimuti awan hitam seperti biasanya. Sinarnya menerangi ke jendela setiap jendela yang jaraknya tidak jauh darinya berpijak.
Begitu juga sebuah ruangan yang lumayan luas, walaupun sudah di terangi lampu namun tetap saja cahaya dari luar masuk dengan mudahnya ke ruangan itu.
Jevano masih terbaring lemah di atas tempat tidur dengan matanya yang masih terpejam. Sebelumnya dokter istana sudah memeriksa dirinya dan tidak ada tanda-tanda yang aneh pada sang Pangeran. Lelaki itu hanya terlalu lelah beraktivitas tanpa melakukan istirahat. Pintu kamar terbuka dengan lebar, di sana terlihat Narendra — suaminya masuk dengan membawa nampan berisi beberapa mangkuk di atasnya. Tidak lupa juga para dayang Istana mengikutinya dengan membawa gelas dan air minum.
“Kamu boleh keluar!”
Dayang istana segera menyimpan nampan yang di atasnya ada gelas dan mangkuk sambil menundukan kepalanya melangkahkan kakinya pergi dari kamar sang baginda.
Lelaki manis itu kemudian menatap ke arah Jevano yang masih tertidur. Ia menghampiri suaminya dengan perlahan menduduki dirinya di pinggir tempat tidur.
“Jepano, bangun!” Ujar Narendra mengoyangkan lengan Jevano.
Jevano mengedipkan matanya, “Hmm.”
“Makan dahulu. Abis itu minum obat terus tidur lagi.” Balas Narendra mengambil sendok dan mangkuk yang berisi sup rumput laut.
“Gua buatin sup rumput laut kesukaan lu,” Lanjut Narendra sambil mengaduk dengan perlahan.
“Saya tidak lapar.”
“Nggak usah kaya anak kecil, ayo cepetan bangun.” Narendra berusaha menarik lengan kekar Jevano agar mau bangun untuk memakan sup rumput laut buatan dirinya. Lelaki bertubuh kekar yang tadinya berbaring. Terpaksa mendudukan dirinya si atas kasur karena Narendra terus menerus tidak menghentikan ocehannya.
Narendra tersenyum ke arah lelaki yang selama ini tidak menyukainya, secara perlahan ia mulai menyendokan sup dan menyuapi pada mulut Jevano. Sang empu menerimanya sambil menatap ke arah suaminya itu.
Suapan demi suapan hingga mangkuk tidak tersisa lagi sedikit pun makanan. Narendra menyimpan kembali mangkuk dan mengambil gelas yang akan diberikannya kepada Jevano. Jevano menerima gelas dan juga tak lupa ia memberikan obat penurun panas kepada suaminya. Seperti tersihir lelaki itu menuruti semua permintaannya tanpa harus menolak sedikit pun.
“Sekarang lu bisa tidur lagi. Gua mau keluar dulu.” Narendra mulai bangun dari duduknya dengan membawa nampan dari sana.
Namun ternyata seperti ada yang menghalangi langkah kakinya ternyata itu adalah tangan suaminya — Jevano. Narendra mulai membalikan badannya menatap ke arah Jevano dengan wajahnya yang memelas seperti anak kecil yang tidak ingin ditinggalkan Ibunya.
“Ada apa, Jepan?” Tanya Narendra kembali duduk. Jevano masih menatap Narendra, “Temani saya sampai tidur. Saya biasanya dipeluk Papi jika sedang sakit.” Jevano masih menunggu reaksi Jaemin, “Tapi kalau kamu tidak mau peluk saya tidak apa-apa.” Lanjut Jevano dengan melepaskan tangannya dari paha Narendra.
Entah kenapa hati Narendra begitu tersentuh, padahal suaminya hanya bilang jika dirinya terbiasa dipeluk ketika sedang sakit. Berbeda kali ini dengan lelaki manis itu.
“Ya sudah awas geser!” perintah Narendra dengan ketus.
“Kamu marah?” Tanya Jevano.
“Nggak, No. Beneran geseran.” Jevano mulai menggeserkan badannya memberikan space untuk Narendra.
Kemudian tanpa mau berlama lagi Narendra memposisikan dirinya berbaring samping Jevano. Lelaki manis yang menggunakan kaos putih dengan celana panjang berwarna pink muda memasuki selimut karena ia merasa hawa kamar kali ini begitu dingin tidak seperti biasanya.
Sudah setengah jam lamanya baik Narendra ataupun Jevano tidak ada yang mau saling mengusik satu sama lain. Rasa canggung meliputi keduanya.
Jevano yang merasa dirinya sangat gugup berada di dekat Narendra. Begitu juga sebaliknya Narendra yang sangat amat gugup berada di samping suaminya padahal mereka tahu jika keduanya sudah sah menjadi pasangan. Dan bahkan ketika kulit mereka tak sengaja bersentuhan malah saling melontarkan kata maaf.
“Kita begini sudah setengah jam, kamu masih betah begini?” Jevano yang kesal akhirnya membuka suara. “Kan lu yang mau di peluk, jadi ya.. lu duluan lah.” balas Narendra cuek.
Jevano menganggukan kepalanya tanpa mau berlama lagi, ia merengkuhkan badan Narendra ke dalam pelukannya. Lelaki yang dipeluknya terkejut namun tidan memberontak, melainkan membalas pelukan hangat suaminya.
“Udah gua peluk, cepetan tidur!” Seru Narendra tegas. Jevano mengganggukan kepalanya menurut dan mulai memejamkan matanya. Entah kenapa di antara keduanya tidak ada yang mau saling melepaskan pelukan. Bahkan mereka berdua merutuki diri masing-masing mengapa baru sekarang merasakan perasaan ini. Kenapa tidak dari dahulu saja?
•••••