Di Dream Cafe
Ardan masih duduk di kursi sofa sebuah cafe bernama Dream Cafe. Dengan jari tangan yang ia usapkan pada bibirnya tak lupa juga senyuman merekah di bibirnya membuat semua orang yang ada disana terheran melihatnya. Harshil yang peka terhadap temannya itu terus menatap wajah Ardan tanpa henti. Tak seperti biasanya Ardan seperti ini, karena biasanya Ardan itu pendiam, selalu main game di ponselnya, bahkan Ardan jarang sekali tersenyum.
“Bos! Euy!”
“Hmm..”
“Rek pesen naon?” Tanya Harshil memberikan buku menu pada Ardan.
“Biasa,”
“Dan, ai maneh teh cageur? Sehat?” Tanya Raka penasaran melihat wajah Ardan yang berseri-seri. Ardan menganggukan kepalanya, “Sehat gua. Lu kira gua kenapa?” Ardan kini menatap dengan tatapan menyeramkan pada Raka. Raka yang terkejut dengan tatapan Ardan dan kini hanya bisa menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
“Tidak bos,”
“Lu pernah jatuh cinta?” Tanya Ardan spontan.
“Pernah,”
“Pernah.”
“Rasanya gimana?” Ardan masih fokus pada keempat orang temannya yang duduk di sisi kiri dan kanan. Harshil terdiam sejenak. Ia berfikir apa yang dipertanyakan oleh Ardan? Bagaimana rasanya jatuh cinta? Karena selama ini dirinya tidak pernah merasakan jatuh cinta pada seorang perempuan. Ia pernah menyukai seorang perempuan, namun berujungnya di tolak. Sehingga ia bingung harus menjawab apa?
“Gua gak tau rasanya gimana. Tapi gua pernah nonton di drama-drama yang nyokap gua tonton, didalam hati sini tuh katanya kaya ada kupu-kupu siah. Aing juga gak tau persis, tapi ngeunah ceunah mah.” Jelas Harshil sambil mengambil kentang goreng di meja.
“Kalo aing sih cinta monyet. Resep we mun misalkan jeung ka bogoh teh sok senyum-senyum sorangan. Jiga maneh we tadi.” Rajendra ikut menjelaskan pada Ardan perihal bagaimana rasanya jatuh cinta?
“Gua? Gimana?” tunjuk Ardan pada dirinya sendiri.
“Tadi kumaha sugan.” Kamal menyeringai sambil menatap ke arah Ardan. Ardan yang notabenya mempunyai wajah yang jutek seperti sedang marah namun aslinya tidak, hanya menggelengkan kepalanya.
“Aneh. Gua ke kamar mandi dulu.” Ardan berdiri dari duduknya, ia melangkahkan kakinya menuju kamar kecil yang ada disana.
Namun tiba-tiba ada seseorang yang tak di kenal melayangkan tinjuannya pada wajah Ardan. Darah segar mulai mengalir dari bibirnya. Ia begitu terkejut ketika merasakan perih di sekitar bibinya. Tanpa basa-basi lagi Ardan langsung kembali menghajar orang tersebut.
“HUAAA!!” Teriakan dari arah luar membuat semua didalam cafe berhenti sejenak sampai salah seorang pelayan cafe menghampiri sumber suara. Alangkah terkejutnya ia melihat dua orang tengah berkelahi dan berusaha untuk meleraikan.
Pelayan cafe berusaha untuk meleraikan Ardan dan seorang lelaki. Bukannya terpisah, namun dirinya malah ikut terpukul pada bagian pipinya sehingga mau tak mau semua yang ada disana berusaha untuk memisahkan mereka berdua.
“Eh siah hayu tinggali aya nu gelud.” ujar salah salah satu pengunjung disana mengajak temannya untuk menuju kerubunan.
Pendengaran Harshil yang begitu peka dengan sekitarnya mulai menatap ke arah kerubunan orang-orang yang tengah berkumpul.
“Hayu urang tinggali,”
“Hayu.”
Harshil, Kamal, Rajendra dan Raka yang berada disana yang menunggu Ardan tak kembali yang juga memiliki rasa penasaran ikut mendatangi kerubunan orang-orang yang tengah menyaksikan perkelahian di dalam cafe. Begitu terkejutnya Harshil melihat Ardan yang sedang menghajar orang tak di kenal. Harshil dan yang lainnya berusaha untuk melerai Ardan dan mulai membawanya jauh dari cafe.