Di rumah Kalana
Kini motor sport milik Ardan telah sampai di komplek perumahan Griya Mas yang tak begitu mewah namun begitu asri untuk ditinggali.
Kalana menunjuk jarinya ke arah rumah yang berwarna putih, berlantai satu dan pagar berwarna putih yang meninggalkan kesan yang begitu mewah.
Tanpa berlama lagi Ardan langsung menghentikan motor miliknya tepat di depan halaman rumah milik perempuan didepannya. Kalana turun dari motor dan mulai menekan bel rumahnya, hingga terdapat seorang wanita paruh baya dengan berpakaian daster keluar dari arah garasi dan mulai membuka pintu gerbang.
“Eh neng Kalana udah pulang temennya di suruh masuk neng” perintah wanita paruh baya itu.
“Iya bi, masukin motornya, Dan.” Kalana mendahului Ardan memasuki perkarangan rumahnya.
Ardan tanpa berlama lagi berlanjut mendorong motornya tanpa menyalakan mesin motornya. Ia mulai mengikuti langkah kaki perempuan di depannya.
Mereka berdua telah masuk ke ruangan yang tak begitu besar dan terdapat foto keluarga yang terpampang tepat samping dinding tempat ia berdiri.
“Kalana temennya di suruh duduk dong” ujar seorang wanita paruh baya datang menghampiri Kalana dan Ardan. Kalana menyalami tangan wanita paruh baya itu dan Ardan pun mengikuti menyalami wanita di depannya.
“Iya ibun.”
“Gak apa-apa tante” balas Ardan sopan dan langsung duduk di sofa samping seorang wanita yang dipanggil Ibun oleh Kalana. Dan ia bisa menyimpulkan jika itu adalah ibunya Kalana.
“Siapa namanya? Gak biasanya Kalana bawa temen lain ke rumah. Biasanya cuman Marcus, Yeira sama Irwan ya?” tanya ibun Kalana.
“Ah iya tante, nama saya Ardan. Saya baru pertama kali kesini.” balas Ardan sopan.
“Oh gitu ya. Ya udah di lanjut aja, tante ke belakang dulu lagi masak. Nanti Ardan ikut makan siang disini ya!” tawar sang Ibun Kalana pada Ardan.
Dengan sopan Ardan berusaha menolak, “Gak usah tante gak perlu repot-repot.”
“Terima aja sih, Dan” ujar Kalana malas dan sudah keluar dari salah satu pintu berwarna putih. “Udah mama masak lagi sana. Kalana mau ngerjain tugas dulu,” Lanjut Kalana mengusir secara halus sang Ibun untuk segera ke dapur.
Ardan hanya tersenyum menatap ke arah Kalana dan Ibunnya, ia begitu senang melihat interaksi antara anak dan ibu seperti mereka. Begitu terasa kehangatan keluarga baginya.
Kalana datang menghampiri Ardan yang kini tengah sibuk memainkan ponsel miliknya. Ia menggelengkan kepalanya tak suka ketika Ardan yang begitu fokus dengan ponsel layar sentuh. Kalana mengetuk meja untuk menyadarkan Ardan yang masih asyik dengan aktivitasnya.
“Hello jadi gak nih ngerjain!”
Ardan menoleh sambil menganggukan kepalanya, ia menyimpan ponselnya ke dalan saku celananya. Kini lelaki itu menatap ke arah Kalana yang sibuk dengan kertas persegi panjang di atas meja.
“Iya jadi,” balas Ardan cuek. “Oh iya gua hampir lupa ini dompet lu dari si Harshi.” lanjut Ardan sambil mengeluarkan sebuah barang persegi berwarna hitam pada Kalana.
Kalana menoleh ke arah Ardan dan menatap ke arah barang yang ada di tangan lelaki didepannya itu. Tanpa mau berlama lagi dengan sigap tangannya langsung meraih barang di tangan lelaki didepannya. “Makasih Ardan. Bisa taro aja di meja!”
“Berani juga nih cewek, untung cantik.” gumam Ardan di dalam hatinya. Ardan kembali menggelengkan kepalanya dan kembali beralih ke arah Kalana yang fokus dengan kertas berwarna putih persegi panjang.
“Tugas gambar apa emangnya?” tanya Ardan agak ketus.
“Ini peta dunia, tapi kita juga harus gambar dan jelasin isinya apa aja.” jelas Kalana dengan mata masih menatap ke arah kertas didepannya.
“Oh ya udah, soal gambar biar gua yang urus. Nanti lu tinggal kerjain penjelasannya,” Ardan mencoba mengambil kertas persegi panjang yang masih kosong yang ada di sisi kanan Kalana. Ia mulai mencoret gambar peta dunia yang diperintahkan oleh gurunya.
Kalana terdiam menuruti apa permintaan Ardan, entah kenapa dirinya tak bisa menolak dan langsung menatap ke arah mata Ardan yang dengan teliti pada kertas didepannya tanpa mengedipkan matanya sedikit pun.