Di tolongin Kalana
Langit kota Bandung kala itu terukirkan dengan indah. Bagaimana tidak? Matahari begitu terik, awan pun terbentuk dengan begitu indahnya. Suara burung berkicau begitu merdu, yang meninggalkan kesan begitu sejuknya udara di pagi hari.
Suara dari arah tanah yang kering terseret ke arah belakang dengan begitu pelan. Sumber suara itu merupakan langkah kaki dan terhenti ketika tas berwarna hitam menekan ke arah pohon di taman belakang sekolah mereka. Kakinya gemetaran, keringat bercucuran. Perasaan yang ketakutan menyelimuti pemilik langkah kaki itu. Seorang lelaki dengan kaos berwarna kuning, rompi berwarna hitam dan celana jeans hitam longgar tak lupa juga topi yang ia kenakan, namun, terkesan ia seperti anak cupu. Dirinya di kerubuni beberapa lelaki yang sama menggenakan baju hitam lusuh, yang mengesankan anak yang badung.
“Nama kamu siapa?” tanya salah seorang wanita yang sedang melipatkan tangannya dengan tatapan yang mengintimidasi lelaki didepannya.
“Alyandla Janaldana Dapindla.”
“Hah? Naon? Teu kadenge?”
“Aryandra Janardana Davindra. Panjang amat kaya kereta api,” ucap salah seorang lelaki disamping perempuan tadi sambil membaca ktp yang ia keluarkan dari dompet lelaki yang bernama Aryandra Janardana Davindra.
“i..y..a,” balasnya terbata-bata.
“Yang tegas kalau ngomong!” Seorang lelaki di depannya meraih topi milik lelaki itu.
“Iya kak nama thaya Alyandla Janardana Davindla, sering dipanggil Aldan.” Jelasnya dengan terbata-bata dan suara seperti anak kecil.
“Anjir cadel euyy (wah cadel),” seru salah seorang lelaki yang berpenampilan berandalan, kemeja hitam di keluarkan, kancing baju yang tidak di kancingkan dan memakai kaos dalam berwarna putih.
“Euy, si eta budak nu beunghar aing nyaho si eta sok turun tina mobil alus mun ka kampus. Urang geus boga dompetna, tinggali ieu duitna loba. (euy, dia anak orang kaya, gua tau dia suka turun dari mobil bagus. Gua udah punya dompetnya, liat ini uangnya banyak),” ucap salah satu teman mereka yang tengah duduk di salah satu bangku berwarna hitam yang telah usang sambil menunjukkan beberapa lembar uang ratusan ribu. “Janan kak, Aldan ndak ada uang agi. Thaya bucan anak olang kaya.” ucap Ardan ketakutan mencoba berbohong tangannya berusaha menahan tasnya agar tak di ambil oleh kawanan yang di depannya.
“Cicing maneh (diem lu)!!!” Ardan berjalan ke arah lelaki yang masih duduk di kursi lusuh itu dan mencoba meraih dompet yang dipegang salah seorang pria yang masih memegang beberapa lembar uang miliknya . Namun bukannya mendapatkan uang itu, Ardan malah kembali terpojok karena salah seorang wanita mencoba mengangkat kerah milik Ardan dan juga tangannya mengacak rambut Ardan yang sudah rapih di sisir.
“HEY!!”
Suara itu membuat semua orang yang berada di tempat itu menghentikan aktivitasnya. Ardan dengan penuh keberanian menatap ke arah sumber suara. Begitu pula semua orang yang berada di sana ikut menatap.
“Rek naon maneh? Ulah ngilu campur urusan arurang (Mau apa lu? Jangan ikut campur urusan kita)” ujar salah seorang perempuan yang ada disana menghampiri sumber suara.
“Aing rek naon? Kumaha aing weh, bebas pan aing rek naon didieu!! (gua mau apa? Gimana gua aja, bebas kan aku gua ngapain disini!!)” jelas perempuan dengan sweater cream lengan panjang tak lupa ia gulungkan dan juga celana jeans biru. Bahkan tak lupa juga rambut yang ia ikat sehingga terkesan ia terlihat tomboy.
Dengan penuh keberanian Kalana mulai menghampiri ke arah para remaja yang masih mengerubuni Ardan. Ia melipat tangannya dengan tatapan yang meledek ke arah remaja yang bisa nya hanya membully orang-orang yang lemah saja.
“Maraneh teh meuni resep pisan majeg duit batur (Kalian tuh suka banget malak uang orang)?” protes Kalana tak suka sambil matanya menatap ke arang semua orang yang ada di depannya dengan tatapan sinis.
“Lamun arurang resep majegan duit batur, naon urusanna jeung maneh (kalau kita suka malak uang orang, apa urusannya sama lu)?!!” tanya seorang lelaki yang berusaha meraih sweater depan Kalana.
Kalana memberikan tatapan meledek ke arah lelaki di depannya yang tengah menarik bagian leher sweaternya. Dengan sekuat tenaga ia melepaskan tangan lelaki itu.
“Kayanya bentar lagi polisi dateng. Soalnya gua udah telepon om gua buat dateng kesini.” ujar Kalana dengan tegas mencoba menakuti semua orang di depannya.
“Hayu geus balik. Sieun urusanna jeung polisi mah. Geus meunang iyeu duitna pan (udah ayo pulang. Takut lah kalo urusannya sama polisi. Udah dapet ini kan uangnya)?”
Salah satu temannya berusaha untuk mengajak semua orang yang ada di sana tak terkecuali Kalana dan Ardan yang masih ketakutan karena tingkah preman yang sering meresahkan warga sekitar.
Setelah semua orang di sana pergi Ardan yang masih terdiam karena ketakutan dan menjatuhkan dirinya ke tanah kering karena cuaca, kakinya begitu lemas. Ia tak pernah berfikir jika dirinya akan di bully seperti ini.
“Maathih kak,” ucap Ardan pelan sambil menatap ke arah Kalana.
“Kamu lucu pisan dek pantesan mereka ngebully kamu.”
Ardan kembali terdiam tak menjawab lagi perkataan perempuan di depannya. Matanya tak fokus dan hanya menatap ke depan dengan tatapan mata yang kosong. “Ayo berdiri, lain kali kalau ada yang ngebully lagi lawan mereka!!” Kalana berusaha untuk memberikan antisipasi kepada Ardan.
Ardan terdiam tak menanggapi pembicaraan Kalana. Perempuan di depannya membuka tas miliknya dan mengeluarkan selembar kertas dan tak lupa pulpen juga. Ia mulai menuliskan sesuatu lalu tak lama ia menyerahkan kertas itu kepada Ardan.
“Inih apha kak?” tanya Ardan.
“Itu no ponsel saya. Panggil saja nama saya Kalana, kalau ada apa-apa hubungi saya saja,” jelasnya sambil memasukkan kembali peralatan yang tadi ia keluarkan ke dalam tas. “Kalau gitu saya duluan ya. Kamu hati-hati disekitar sini banyak copet.” lanjut Kalana berjalan meninggalkan Ardan sendiri.
Ardan yang baru menyadari jika Kalana sudah berjalan meninggalkan dirinya. Ia dengan secepat kilat membereskan seluruh barang miliknya ke dalam tas. Dan mencoba untuk menyusul Kalana, namun sayang sekali langkahnya begitu lambat sehingga ia tak lagi melihat batang hidung perempuan tadi yang membantu dirinya tak lagi terlihat sama sekali. “Apa itu lu Kal?”
•••••