FLASHBACK ON
Terlihat dengan jelas seorang anak berumur sebelas tahun, dengan seragam putih biru yang terlihat ketat bahkan perutnya yang besar tak mencukupi kemeja sekolahnya menutu seluruhnya.
Anak itu tidak sendirian, ada beberapa anak yang mungkin umurnya di atas dirinya tengah mengerubuni anak yang berbadan besar tersebut. Anak itu tak lain adalah Arseno. Badannya yang besar, pipinya yang gembul dan juga jajanan yang tak pernah lepas dari tangannya membuat dirinya tak berhenti jadi bahan bully para teman-temannya.
Di sekolah pun tak ada yang mau menemaninya, kadang ia merengek kepada kedua orang tua nya untuk diizinkan tidak pergi ke sekolah. Tapi tetap saja hasilnya nihil.
“Sini makanan lu!!” sergap salah satu anak laki-laki didepannya merebut chiki favorite Arseno tanpa ampun.
“Jangan, kak, itu.. Punya Seno.” seru Arseno mencoba merebut kembali.
Arseno mencoba meraih chiki favoritenya yang sudah di lempari dari satu anak ke anak lainnya. Hingga kembali pada anak yang pertama mengambil chikinya. Anak laki-laki tersebut menumpahkan semua isi hingag berhamburan ke tanah. Arseno yang tak ada keberanian untuk mengambilnya hanya menatap chiku favoritenya dengan perasaan sedih.
“Hahaha.. Makan tuh chiki. Dasar gendut, pendek. Pantesan aja nggak ada yang mau temenan sama lu,”
“Eh eh, liat ini dia punya banyak uang,” ujar salah satu temannya meronggoh tas milih Arseno yang tertinggal di kursi taman.
Arseno bangkit dan mencoba meraih dompetnya, namun bukannya mendapatkannya. Dompet miliknya malah terlempar tepat berada di depan seorang anak gadis perawakannya sama seperti Arseno.
“Kayanya kalian seneng banget ngebully dia,” seru seorang perempuan berjalan ke arah taman.
“Nggak usah ikut campur, ini urusan laki-laki,” timpal salah seorang ketuanya.
Anak perempuan yang terlihat di seragamnya ada name tag 'Ginela Odelia' hanya mendelik tak suka jika ada seorang anak yang sedang membully orang lain tepat di depan matanya. “Tapi itu urusan aing!” seru Ginela dengan nada yang meninggi.
“Lu siapa, berani-beraninya ngebentak?” Tanya nya kemudian menghampiri Ginela.
“Gua temennya anak yang lu bully. Balikin uangnya sama dia.”
Anak laki-laki itu tak bergeming hanya menatap ka arah Ginela tak suka. Ginela seorang perempuan yang sedikit tomboy menghampiri Arseno yang terlihat ketakutan, hanya menundukan kepalanya.
“Kamu nggak apa-apa?” Tanya Ginela khawatir.
“Cih, sok pahlawan!” sergah anak lelaki itu.
Ginela tak mengubris perkataan anak laki-laki tersebut, dirinya membantu Arseno membereskan barang-barang ke dalam tas. “Jangan takut, ada Ela di sini.” lalu berjalan menggandeng tangan Arseno pergi.
Namun sebuah tangan mencekal tangan Arseno dengan erat, agar tidak pergi dari sana. Ginela menoleh ketika terasa tangannya lebih berat ketika dirinya menarik tangan teman barunya itu. Akhirnya menolehkan kepalanya,
“Lepasin tangannya sebelum gua teriak!”
Anak lelaki itu makin mempererat cekalannya tanpa memperdulikan Arseno yang kesakitan. Padahal di situ badan Arseno lebih besar dibandingkan anak lelaki yang membullynya. Akan tetapi, dasarnya hatinya lembek, semuanya terasa tak kuat bagi Arseno.
Ginela membaca name tag pada seragam anak lelaki itu sambil mencoba melepaskan cekalan. “Brandon lepasin!!”
“Nggak akan!”
“Lepasin atau aing teriak!!”
“Teriak aja kalau berani.” ucap Brandon membela diri.
Tidak ada yang tidak mungkin bagi Ginela, ia melihat ke sekeliling taman yang banyak orang berlalu lalang di sana. Sampai ide brilian muncul di otaknya. Semoga cara ini berhasil iya gunakan dengan lancar agar terlepas dari jeratan Brandon dan teman-temannya.
“COPETTT.. COPEEETT.. TOLONG ADA COPEETT...” Akhirnya Ginela mengeluarkan idenya yanh berhasil membuat semua orang yang sedang lewat di sana langsung menghampirinya.
“Aya Naon, aya naon? Mana copet na?” Tanya orang-orang panik.
Arseno yang masih mengikuti Ginela di sana, membulatkan matanya terkejut ketika mendengar teriakan perempuan di depannya. Ia terkejut sebab sang perempuan sangat berani berhadapan dengan ketua geng yang terkenal sering membully bahkan memalak uang anak-anak sekolah yang terlihat olehnya.
“Itu, bu, budak eta nyopet duit babaturan abi, (Itu bu, anak itu mau ngambil uang temen saya)” tunjuk Ginela pada Brandon.
Brandon menggelengkan kepalanya tak mau di salahkan, “Nggak bu, kita kan temen.”
“Saya nggak kenal sama dia, Bu.”
Arseno hanya menatap ke arah Brandon dengan takut-takut karena sedari tadi anak lelaki itu menyembunyikan dirinya di belakang badan Ginela yang lebih tinggi darinya. Tatapan itu terus mengintimidasinya, seolah-olah Brandon akan terus menganggu dirinya.
“Sekarang kamu pergi dari sini, suka malakin uang orang. Sana pergi!!” usir Ibu-ibu yang ikut ada di sana. Brandon yang tak berani melawan orang dewasa hanya mengikuti perkataannya dengan pandangan tanpa melepas dari mata Ginela dan Arseno. Ginela, sang pahlawan untuk Arseno ikut melototi mata Brandon dan kawan-kawan yang mulai menghilang dari pandangannya.
Setelah semuanya bubar dari sana, akhirnya Arseno bisa bernafas dengan lega, jika Brandon dan teman-temannya sudah pergi. Lelaki itu berharap semoga tidak akan lagi bertemu dengan anak-anak smp yang suka membully dirinya.
Ginela yang masih ada di sana hanya tersenyum kepada Arseno. “Hai, nama aku Ginela Odelia. Biasa dipanggil Ela. Nama kamu Arseno Agler Abiputra?” Tanya Ginela ramah.
“Iya, nama aku Arseno,” jawab Arseno pelan.
“Jangan takut. Brandon sama temen-temennya nggak akan ganggu kamu lagi, percaya deh. Oh iya, gimana kalau kita temenan?” Ginela masih menghadap Arseno, tangannya terulur ke arah lelaki itu untuk berjabatan.
“Jangan takut, aku bukan mereka,” lanjut Ginela meyakinkan.
Setelah Arseno merasa Ginela memang membuatnya aman, Arseno dengan segera menyambar jabatan tangan perempuan yang membuat jantungnya berdegub kencang. Apalagi saat sang perempuan tersenyum, membuat jantung Arseno makin berdegub kencang.
“Jad..i mulai sekarang kita bertem..an,” ucap Arseno terbata-bata.
Ginela menganggukan kepalanya memberikan jawaban. Hingga akhirnya keduanya benar-benar berteman. Bahkan, setiap harinya keduanya selalu terlihat bersama, bahkan Arseno tak segan-segan untuk mengantarkan dan menjemput Ginela padahal rumah keduanya tidak jauh.
Namun sampai suatu saat, dirinya harus ikut bersama kedua orang tuanya pindah menuju Jerman karena sang ayah harus dinas di sana. Awalnya Arseno menolak, sebab hal itu membuat dirinya akan jauh dari Ginela. Akan tetapi setelah menimbang-nimbang, akhirnya ia akan ikut bersama kedua orang tuanya menuju Jerman.
“Ini ada coklat dan bunga untuk, Ela,” ucap Arseno memberikan bingkisan. “Makasih, Arseno. Arseno hati-hati di sana, kalau ada yang jahatin tinggal pukul aja!” seru Ginela hingga membuat gelak tawa dari kedua orang tua masing-masing.
Arseno menganggukan kepalanya pelan lalu beranjak mengambil kamera miliknya dan memotret sosok Ginela untuk mengabadikan kenangan selama di sini. “Ayo kita foto bersama.” Ajak Harish yang tak lain adalah Papa Arseno.
Semua orang yang ada di sana menyanggupi, dan langsung bersiap untuk di foto. Bukan hanya keluarga saja, Arseno kini memotret sesosok perempuan yang menjadi cinta pertamanya. Senyuman tak luput dari wajah imut Arseno ketika menatap hasil foto Ginela. Anak lelaki itu tidak hanya memotret Ginela, tetapi dirinya juga memotret dirinya bersama Ginela, perempuan yang selama ini selalu membuatnya nyaman dan mau berteman dengan dirinya. Bahkan, membuat Arseno jatuh hati padanya. Hingga sampai saatnya tiba, Arseno harus berangkat saat ini juga, Ginela melambaikan tangan pada temannya yang sudah menaiki mobil untuk menuju bandara. Anak lelaki itu membalas lambaian tangan Ginela. Ia berjanji suatu saat nanti akan kembali dengan Arseno yang dewasa dan dirinya berjanji saat dewasa kelak, akan menjaga Ginela dari orang-orang yang berniat jahat.
FLASHBACK OFF •••••