Ikutan Yoga Ibu Hamil

Matahari pagi hari senin terlihat sudah mulai naik dari ufuk timur secara perlahan. Orang-orang kembali beraktivitas untuk bekerja, sekolah dan melakukan kegiatan lainnya. Seperti di dalam gerbang yang menjulang tinggi terdapat beberapa mobil terparkir di halaman rumah.

Ada enam orang ibu hamil yang sedang mengikuti seorang wanita menghadap ke arah mereka dan melakukan yoga. Yoga yang diperuntukkan untuk ibu hamil itu sangat baik bagi janin dan sang ibu.

“Baik, sekarang untuk para suaminya silahkan untuk ikut menyandarkan punggungnya pada punggung sang istri!” perintah instruktur yoga. Para ibu hamil dan suami yang berada di sana mengikuti arahan sang instruktur dengan baik dan benar. Berbeda hal nya dengan Arseno dan Ginela, pasangan suami istri itu begitu canggung ketika mendengarnya.

Vina berjalan mengelilingi para ibu hamil yang tengah melakukan gerakkannya. Lalu, sampai di tempat Ginela dan Arseno yang masih berdiam di tempat. “Suatu kehormatan pak Arseno, saya bisa membimbing anda dengan istrinya anda,” ucap Vina ramah.

“Terima kasih.” balas Arseno dingin.

“Pak Arseno dan Ibu Ginela silahkan untuk duduk saling membelakangi.” perintah sang instruktur.

“Baik.” jawab Ginela canggung lalu mendudukan dirinya di atas matras dengan membelakangi Arseno. Sebaliknya juga dengan lelaki itu yang ikut membelakangi sang istri.

Setelah melihat semua para muridnya pada posisi yang diperintahkan, bahkan siap untuk melakukan adegan selanjutnya. Kembali instruktur tersebut memberi arahannya untuk melakukan gaya yoga sama seperti dirinya lakukan.

“Ok, sekarang Ibu-ibu bisa menekan punggungnya pada punggung sang suami secara perlahan. Lakukan seperti yang saya lakukan ya ibu-ibu.” seru sang instruktur.

“Sorry, gua cuman ikutin arahan.” Ginela mulai melakukan sesuai dengan instruksinya. Dirinya tidak peduli dengan keadaan punggung di belakangnya seperti apa, yang jelas dirinya hanya mengikuti saja.

“Ya.”

Arseno merasa dirinya tertekan hanya bisa pasrah dengan keadaan saat ini. Dirinya ingin marah dan meronta-ronta kali ini, kan tetapi lelaki itu tak bisa melakukannya selain berdiam diri mengikutinya.

Sepasang mata memandang dirinya dengan penuh kebahagiaan. Sesosok itu begitu bahagia ketika mengetahui Arseno mengikuti arahan sang instruktur. Demi sang mama, lelaki tampan itu rela melakukannya. Walaupun tidak ingin sama sekali.

“Nghm. Pelan-pelan bisa?” erang Arseno sedikit terhentak.

“Tadikan di suruhnya di teken. Ya udah gua teken.” balas Ginela tak terima.

“Ya tapi bisa pelan-pelan.” seru Arseno tak terima Ginela menghela nafas, “Iya iya. Udah fokus lagi. Mama liatin kita.” lalu matanya kembali terfokuskan pada instruktuk yang tak lain—Kak Vina.

Hatinya tersenyum lega ketika mendapati Vina mempersilahkan untuk menyudahinya. Tetapi itu semua belum berakhir di situ saja.

Pada gerakan selanjutnya yang mengharuskan Ginela dan Arseno untuk saling bertatapan satu sama lain. Selain bertatapan, keduanya harus dengan posisi seperti push up namun lutut kakinya dilipat pada matras. Walaupun sangat malas melakukannya, akhirnya pun keduanya tetap melakukan sesuai instruksi yang ada.

Setelah para peserta melakukan gerakan tersebut. Kini para peserta di lanjutkan untuk duduk dengan kaki di sila, badan ditegapkan sambil menghirup udara pagi yang begitu sejuk. Sedangkan, sang suami diharuskan berada di belakang untuk menahan badan sang istri.

“Baik para ibu, sekarang kedua tangannya di angkat ke atas sambil tarik nafas pelan,” ujar Vina santai sambil berjalan melihat-melihat kepada para ibu-ibu muda.

“Lalu sekarang untuk para suami letakkan tangannya di pinggang dekat payudara.” perintah sang instruktur membuat kedua pasang mata itu seketika terkejut.

“Harus banget di pegang area payudara,” gumam Ginela dalam hatinya dengan membantin.

“Hah? Payudara, tuhan apalagi ini.” batin Arseno terkejut.

Vina melihat ke arah Arseno dan Ginela yang masih pada posisi masing-masing belum ada yang mau melakukan pada posisinya. Pikiran keduanya masih melayang ke mana-mana. Harus kah mereka berdua melakukannya?

“Pak Seno, ayo pegang pinggang bawah payudara istrinya!”

“Ehem, ok. Sorry Gin.” Dengan penuh keberanian akhirnya ia memegang pinggang Ginela yang terasa sangat kenyal. Jantungnya berdegub kencang, perasaannya campur sangatlah campur aduk. Selama hidupnya, baru kali ini lelaki itu menyentuh badan perempuan selain sang bunda.

Ginela tak menjawab, dirinya hanya diam tak ada bedanya sama sekali. Perempuan itu berusaha menahan nafasnya karena gugup dan geli menjadi satu melanda dirinya. Di dalam hatinya merutuki kenapa harus ada lagi saat seperti ini sama akan halnya seperti kejadian di kolam renang tempo lalu.

“Semoga cepet berlalu.” gumam Ginela di dalam hati.

•••••