Karena alasan jiwa kemanusiaan dan rasa menolong sesama yang tinggi. Sekarang di sinilah Naufal berada, dalam ruangan yang luas pada sebuah bangunan berlantai tiga dengan luas taman melebihi area parkiran cafe tempatnya bekerja. Si manis tak sendirian, ada Jeandra yang menemani.

Naufal sebenarnya malu untuk mempijakkan kakinya di rumah itu untuk kedua kali. Namun, Jeandra lah yang memaksanya. Lalu, bagaimana ia tak di usir Tentu dengan berbagai alasan membuatnya bisa kembali duduk di sofa panjang berwarna putih krem.

“Untuk apa kamu datang lagi kesini? Tidak puas saya usir kemarin!” marah Jeremy.

“Maaf Tuan tapi kedatangan saya kemari atas permintaan anak anda, Jeandra Radhika Abimanyu,” jawab Naufal gugup.

Mendengar nama sang anak di sebut, baik Jeremy dan Tirta langsung memutar bola matanya ke arah Naufal. Sang empu yang di tatap malah melirik ke arah Jeandra yang berada di sampingnya.

“Saya tidak pernah mengada-ngada. Jeandra ada di samping saya sekarang,” lanjut Naufal mencoba meyakinkan.

“Jangan ngaco kamu. Mana mungkin dia bisa di sini,” sanggah Jeremy tak percaya.

Naufal mengatur nafasnya perlahan sambil menatap ke arah kedua pria didepannya bergantian. “Maaf, tapi memang Jeandra ada di sini. Di rumah sakit itu adalah raganya, sedangkan jiwa dia ada di sini bersama saya.” Tirta dan Jeremy masih bungkam menatap serius ke arah Naufal yang menceritakan dari awal bagaimana ia bisa bertemu dengan roh Naufal? Bahkan si manis bercerita sebenarnya ia memiliki kemampuan yang tak semua orang miliki, yaitu melihat makhluk tak kasat mata.

“Papi, Papa jangan khawatir. Jean selalu ada di sini sama kalian.” Naufal melirik ke arah Jeandra yang menatap kedua orang tuanya dengan sendu. Sungguh hatinya melemah. “Tolongin, Jeandra, Papa. Jeandra mau di bunuh.”

“Apa buktinya jika memang benar Jean anak kami ada di sini?” tanya Tirta tak percaya.

Naufal melirik ke arah Jeandra yang mencari sesuatu yang bisa ia pegang. Bukan benda, akan tetapi roh tampan itu malah mengangkat tangan si manis yang di tunjukkan pada dua pria di depannya.

DEG

Entah kenapa jantung milik Naufal berdetak dengan kencang, darahnya ikut berdesir lebih cepat dari biasanya ketika roh tampan itu tak sengaja memegang tangannya. Tak ingin ketahuan, dengan cepat si manis mengalihkan pada Tirta dan Jeremy yang masih setia menatapnya.

“Jeandra bilang, Papi jangan minum wine terus. Papi harus makan.” Naufal bingung harus dengan apalagi meyakinkan kedua orang tua roh tampan itu. Padahal sudah segala cara ia lakukan.

Tirta melototkan matanya dengan heran, dari mana laki-laki di depannya itu tahu jika dirinya suka meminum wine. Padahal sudah jelas Tirta dan Naufal baru saja bertemu hari ini.

“Papa nggak boleh makan daging terus, nanti kolestrolnya naik lagi,” kata Naufal seraya mengikuti Jeandra.

Baik Jeremy dan Tirta sama-sama terdiam tidak dapat lagi mengucapkan sepatah kalimat. Semua yang baru saja di ucapkan Naufal benar adanya. Mengenai daging, wine dan beberapa hal yang. Padahal sebelum Jeandra koma, kedua orang tuanya tak pernah lagi menyentuh barang haram itu. Kehadiran anak lelaki tampannya merupakan anugrah yang terindah sehingga membuat keduanya lupa. Tapi apa kali ini, semuanya terbongkar sudah.

Walaupun Jeremy dan Tirta begitu sayang pada Jeandra yang merupakan anak pertamanya. Tetapi, mereka juga tak lupa pada Calvin—si bungsu—yang juga kesayangan keduanya. Calvin pun sama seperti Jeandra, pintar. Di umurnya sekarang menginjak 20 tahun sudah menjadi asisten pendamping di kampusnya. Namun, ternyata kesan itu tak cukup.

Lalu, sekarang Tirta kembali menatap Naufal sambil meraih tangan kanan lelaki manis itu. Sang empu mengerti apa yang harus dilakukan, dengan segera tangannya meraih tangan Jeandra lalu di eratkan seolah-olah sang roh yang memegangnya.

Karena ikatan batin seorang ibunda yang kuat, Tirta tak kuasa menahan tangisnya ketika mengetahui hangatnya keberadaan sang anak. Naufal yang ada di sana ikut merasakan haru. Kerinduan sang ibunda pada anaknya yang berbulan-bulan yang masih berada dalam tidur panjangnya.

“Papi, tolongin Jean. Jean mau pulang.” Jeandra bermonolog meminta bantuan orang tuanya.

Naufal merasa iba, mencoba menterjemahkan ucapan lelaki di sampingnya itu sambil memberikan sehelai tisu pada Tirta. Si manis terdiam, menunggu respon dari pria didepannya yang kini tengah menenangkan hatinya.

“Iya sayang, k.amu mau bantuan apa? Sebisa mungkin Papi dan Papa akan bantu,” ujar Tirta dengan tenang.

Naufal mulai menyampaikan semua yang diinginkan oleh sang roh yang di awali mengenai kerinduan sang anak pada keluarganya, lalu dilanjut dengan tentang kecelakaan yang sebenarnya terjadi, tidak seperti yang beredar di media massa.

Awalnya Naufal berfikir akan di tolak kembali seperti beberapa hari lalu. Namun ia salah, keluarga besar sang roh menerimanya dengan baik. Bukan hanya itu saja Naufal yang baru saja bertemu dan berbincang sudah merasakan kehangatan bisa membuat semua orang iri melihatnya.

•••••