125

Kavin dan ketiga anaknya tengah berkumpul di ruang tv. Davin yang tak tahu apa-apa hanya menatap ke arah Ardan dan Jafin yang sedari tadi memang wajah tegangnya seperti ingin di terkam oleh ayahnya sendiri.

Davin mencoba mencairkan suasana dengan memanggil pelayan di rumahnya untuk menyiapkan beberapa cemilan. Ketika para pelayan telah kembali, suasana di ruang tv kembali tegang.

“Hp Jafin udah ada?” tanya Kavin pada anak bungsunya.

“Soal di grup kalian masih serius mau jodohin ayah? Lalu di akun gosip foto wanita yang kumpul dengan kalian itu siapa?” Lanjut Kavin kembali dengan sederet pertanyaan pada anaknya.

Davin dan Ardan kini ikut duduk di sofa samping ayahnya yang tengah duduk santai. Jafin mulai turun dari lantai 2 rumah ayahnya, menyusul kedua kakaknya duduk serius di samping Ardan.

Davin mencoba menetralisir keadaan yang tiba-tiba sunyi sambil memberikan kode pada Jafin untuk bicara.

“Itu Jafin yah yang bakal jelasin”

“Soal hp udah yah...” jawab Jafin santai, “Bener-bener ya apin punya dua kakak gak ada yang berani sama sekali” lanjut Jafin memprotes kepada kedua kakaknya.

“Ada apa? Ayah gak akan gigit kalian.” ujar Kavin becanda.

Ardan berdehem dan mencoba mengawali obrolan, “Hmm.. Itu kemaren kita lagi ketemu sama pemilik hp yang hpnya ketuker sama jafin”

“Cantik loh yah. Sayang ayah gak bisa ikut kemaren”

“hmm. Serius Jafin” ucap Kavin cuek.

“Kalau soal perjodohan, kita serius ayah. Davin rela izin gak kerja demi ngomongin masalah ini” bela Davin kepada ayahnya.

“Inget ayah gak boleh nolak dan gak boleh ngelanggar” perintah Ardan kepada ayahnya.

“Iya ayah gak akan nolak permintaan kalian”

Jafin menganggukan kepalanya, “Dan sekarang Apin tanya ke ayah, hal apa yang bikin ayah gak mau cari pendamping hidup selain ibu?”

“Bukan tidak mau tapi ayah belum siap untuk membuka hati dari ibu kalian” jelas Kavin mencoba menahan air matanya.

“You can do it ayah”

“Pelan-pelan aja yah buka hatinya. Gak usah langsung, kita tahu ayah itu seperti apa. Ibu bakal bahagia kalau ayah bahagia” seru Davin mencoba lebih serius.

“Iyaa, demi kalian, demi ibu kalian ayah akan mencoba membuka hati”

“Jangan demi kita yah. Demi ayah sendiri”

Kavin tersenyum kepada ketiga anak-anaknya yang memiliki pikiran dewasa. Pikirannya dalam keadaan bimbang dan kalut sekarang, di satu sisi ia masih belum bisa ia melupakan mendiang istrinya dan di sisi lain, ia begitu membutuhkan sesosok wanita pendamping hidupnya. Begitu pula ketiga anaknya.

Davin, Jafin dan Ardan membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Walaupun mereka sudah dewasa, tapi mereka butuh seosok ibu. Dan Kavin yakin di dalam hatinya jika ini adalah pilihan terbaik untuk dirinya dan anak-anaknya.