Perjalanan Baru dimulai —

Kavin tengah berjalan sendirian, matanya tertuju pada ponsel di depannya. Jalanan di Jakarta saat itu amat sangat lancar dengan bisingnya kendaraan yang berlalu lalang untuk melakukan kegiatan yang mereka lakukan. Panas terik matahari membuat pria jangkuk yang sedari tadi menggendong tasnya terus menerus merasa kelelahan.

Kavin mencoba untuk beristirahat sejenak di bawah pohon beringin pinggir jalan lalu lintas yang agak ramai. Kavin tak menyadari bahwa ada seseorang yang terus mengikutinya. Ketika ia sedang lengah tiba-tiba tangan seseorang itu langsung mengambil ponsel miliknya.

“Woy!! Hp sayaa!!” serunya dengan sekuat tenaga Kavin berlari mengejar orang itu. Entah berapa lama ia berlari, penjambret ponsel miliknya telah hilang dari hadapannya.

“Ya tuhan, semua alamat dan data saya tinggal di hp itu”

Kavin termenung duduk di sisi trotoar jalan yang tak begitu ramai pengunjung. Ia tak pernah meminta bantuan orang lain. Bahkan untuk pergi ke Jakarta ia hanya membawa dirinya sendiri. Kini arah tujuannya hilang entah akan pergi kemana.

Ia mencoba kembali menginggat sesuatu, benar saja Kavin ingat jika dirinya pernah menulis alamat teman lamanya di buku catatan miliknya. Setalah lama mencari, akhirnya ia bisa menemukan alamatnya. Kavin kembali berjalan dengan membaca papan reklame sepanjang jalan.

Selang tak beberapa lama ia memasuki gang-gang sempit. Dan akhirnya ia menemukan alamat yang ia tuju. Kavin mulai mengetuk pintu rumah yang kecil tak seperti rumahnya di Bandung.

“Permisi”

Kavin terdiam menunggu seseorang di balik pintu untuk membiarkannya masuk karena cuaca Jakarta saat itu mulai mendung. Suara seseorang di balik pintu membuat Kavin merasa lega.

Pintu mulai terbuka dan tertegun menatap ke arah Kavin yang hanya memakai sweater dan celana jeans biru yang sudah lusuh.

“Apa benar ini rumahnya Gaffi Genardo?” tanya Kavin Sesosok pria di depannya itu hanya mengangguk memberikan jawaban.

“Iya itu saya. Sebentar anda Kavin Ardana Abiputra?” tanya pria bernama Gaffi.

Ia mulai mempersilahkan Kavin untuk memasuki rumah kecilnya yang tak lain hanya sebuah kamar kecil tanpa kasur dan hanya ada meja laptop disana.

“Wah gila ternyata saya beneran di kunjungi oleh anda seorang pengusaha terkenal. Lalu kenapa anda sendirian kesini?” lanjutnya senang.

Kavin terdiam duduk termenung menatap pria di depannya. Ia mulai menceritakan semua kejadian yang baru saja ia alami pada teman lamanya itu. Pria itu mengerti sekarang bahwa Kavin butuh kehidupan baru.

Semua kenangan di Bandung telah Kavin tinggalkan begitu saja tanpa memusingkan kembali apa yang seharusnya ia lakukan.

Kini Kavin tengah mencoba memulai kehidupannya yang baru di Jakarta, mencoba untuk melakukan kehidupan yang lebih layak dan mengubur semua kenangan lamanya yang akan di gantikan dengan kenangannya yang baru yang lebih indah dan lebih baik lagi.