Ke rumah Ibun
Mobil yang di tumpangi Ginela dan Arseno berhenti tepat di garasi rumah ber cat putih. Mata sang penumpang terus menelisik setiap jengkal rumah yang tak berubah sama sekali. Sudah lama Ginela tidak menginjakkan kakinya di sana.
Ginela turun dari arah mobil sambil melihat ke arah teras rumahnya yang sudah ada sang Ibunda menunggu untuk menyambut dirinya dan sang suami. Diikuti dengan Arseno yang turun dari mobil dan langsung menurunkan koper dari dalam garasi mobil.
“Akhirnya menantu Ibun datang juga ke rumah.” ucap Aira sumringah.
Arseno menghampiri Aira sambil menenteng kedua koper yang tak terlalu besar, “Terima kasih sudah mengundang Seno kesini. Apa kabar Ibun?” lalu menyalami tangan wanita paruh baya itu.
“Kabar ibu baik,” jawab Aira.
“Kok Arseno aja sih yang di sambut. Anak sama cucunya nggak nih.”
Aira tertawa sambil menatap wajah anaknya yang cemberut, lalu memeluk badan Ginela. “Ya ampun anak Ibun cemburuan banget.”
“Anaknya Ibun siapa sih? Aku atau Arseno,” protes Ginela tak terima.
Arseno yang melihat tingkah Ginela yang cemburu ikut tertawa. Baru kali ini dirinya melihat sisi lain dari seorang Ginela yang dikenal sebagai seorang yang mandiri. Namun jika di hadapkan dengan keluarganya akan seperti anak kecil.
“Mana mungkin ibu lupain kamu. Ya udah ayo masuk, diluar dingin.” ajak Aira sambil menuntun Ginela memasuki rumah.
“Ayah kemana, Ibun?” Tanya Arseno menelisik se isi rumah yang sepi.
“Ayahnya Ginela kalau jam segini biasanya masih di kantor,” balas Aira sambil menaiki anak tangga menuju kamar Ginela.
“Ya udah Ibun tinggal dulu ya, mau lanjutin masak lagi. Nanti Ibun panggil kalau udah selesai.”
“Nela bantu ya Ibun,”
“Nggak usah, kamu istirahat dulu aja.”
Ginela menganggukan kepalanya sebagai tanda jawaban. Ia mulai membuka pintu kamarnya dengan lebar mempersilahkan kepada Arseno untuk memasuki kamarnya.
Arseno yang merasa dipersilahkan, tanpa basa basi lagi langsung melangkahkan kakinya memasuki kamar perempuan yang sekarang menjadi istrinya. Mata nya menelisik ke arah kamar yang suasananya berbeda dengan kamar yang berada di rumahnya.
Nuansa putih biru menghiasi dinding kamar, meninggalkan kesan cerah bagi siapapun yang memasukinya.
“Gua mau mandi dulu. Lu liat-liat aja dulu.” Ginela melangkahkan kakinya menuju kamar mandi kamarnya meninggalkan Arseno sendiri di dalam kamar.
Arseno tak menjawab perkataan perempuan itu. Matanya sedari tadi menelisik se isi kamar hingga sampai atensinya menatap ke arah bingkai-bingkai foto yang ada di atas meja belajar yang menarik perhatiannya semenjak masuk kamar ini tadi.
Satu persatu ia menatap bingkai foto itu hingga sampai di salah satu bingkai foto. Seorang anak remaja yang berada di foto itu sungguh menarik minat matanya. Ia merasa tak asing, hingga sampai Arseno meronggoh ponselnya dan memastikan jika foto yang berada di dalam bingkai itu sama atau tidak. Setelah di telisik lama, foto itu seratus persen mirip dengan foto yang ada di dalam ponselnya.
“Ternyata itu kamu ela.” batinnya senang. Sangat beruntung bagi Arseno, tidak harus bersusah payah lagi untuk mencari seseorang yang berarti dalam hidupnya. Kali ini ia sudah mengetahui cinta pertama dan terakhirnya itu siapa? Semesta kembali menyatukan keduanya walupun dengan cara yang berbeda.
•••••