ketemuan

Setelah saling janji untuk bertemu di sebuah cafe bernuansa aesthetic, Ginela dan Ghazi kini duduk bersebrangan saling berbicara bukan perempuan itu yang banyak bicara. Melainkan Ghazi yang banyak membahas tentang masa lalunya. Lalu, sang lawan bicara hanya tersenyum simpul untuk menanggapinya.

“Ya kan bey, dulu kamu itu suka banget sama ice cream vanilla dan aku suka beli yang choco chips, akhirnya malah kamu minta tukeran,” Jelas Ghazi sumringah.

“Oh ya?” balas Ginela. Ghazi mengenggukan kepalanya, “Iya terus kamu itu dulu suka banget kumpulin buku diary. Benerkan?”

Ginela hanya menghela nafasnya sambil menatap ke arah Ghazi yang sangat bersemangat. Namun, lelaki di depannya itu tak menyadari jika perempuan itu sama sekali tak seperti dulu ketika pertama kalinya mereka pacaran.

Perasaan yang ada di dalam hati Ginela pudar seiring berjalannya waktu. Bukan karena kehadiran sosok Arseno di sana, melainkan karena menghilangnya Ghazi dari hidupnya.

“Zii, aku mau ngomong serius.” Akhirnya Ginela mengeluarkan ucapan yang membuat Ghazi terdiam. “Iya bey, silahkan,” seru Ghazi mempersilahkan.

Ginela menatap ke arah Ghazi sejenak lalu mengambil sebuah kotak di atas lantai dan di serahkannya pada lelaki didepannya.

“Ini apa?” Tanya Ghazi sambil membuka penutup kotak.

“Bey? Ini barang-barang yang aku kasihkan?” lanjut Ghazi melihat seluruh isi kotak. Ginela menganggukan kepalanya, “Iya.”

“Lalu kenapa kamu kasihin ke aku? Maksudnya apa?”

“Maaf Zii, sepertinya aku nggak bisa terima kamu lagi.”

“Maksud kamu?” Ghazi terus bertanya-tanya pada perempuan didepannya, apa maksud semuanya. Dirinya sama sekali tak mengerti, kenapa barang pemberian darinya di berikan kembali kepadanya?

“Sepertinya kita sudah nggak bisa. Lebih baik kita jalanin kehidupan masing-masing.” Ginela menatap sendu Ghazi, ada rasa kasihan di dalam hatinya namun ada juga rasa benci saat ini.

“Kenapa? Aku mau tanggung jawab atas semua yang udah aku perbuat bey. Tapi sekarang kamu malah tolak kaya gini,”

“Tanggung jawab? Apa arti tanggung jawab untuk kamu. Apa?!!”

“Aku mau nikahin kamu,” balas Ghazi.

“Nikahin?” Ginela tersenyum meremehkan, “Kemaren-kemaren kamu menghilang kemana? Selama 7 bulan kamu kemana? Dan sekarang mau tanggung jawab bahkan mau nikahin aku lagi, nggak salah ngomong kamu?” lanjut Ginela sedikit meninggikan notasi bicaranya.

Ghazi tak menganggapinya. Lelaki itu berjalan mengambil kursi kosong dan duduk di samping Ginela. Tak lupa juga, ia mengenggam kedua jemari tangan Ginela tanpa mau melepaskannya.

“Aku sudah bilang bey, saat itu pikiranku kalut dan aku belum siap sama sekali. Dan kenapa aku baru datang sekarang, karena aku siap untuk kembali menikahi kamu,” Jelas Ghazi dengan lembut.

Bukannya menerima perlakuan lembut sang mantan, Ginela dengan perlahan melepas genggaman tangan tersebut. “Maaf aku nggak bisa.” Lanjut Ginela menolak.

“Kasih aku alasan, kenapa kamu nolak aku?” Ghazi menatap intens ke arah Ginela.

Sang empu yang di tatap hanya terdiam, hati dan pikirannya ingin sekalu menjawab jika selama ini kakak dari mantannya yang sudah membuat dirinya menolak permohonan sang mantan untuk kembali bersamanya.

Dan di sisi luar jendela cafe, terlihat seorang pria dengan kaos lengan panjang berwarna coklat kehitaman tengah menatap kedua orang di dalam yang tengah berbincang dengan posisi duduk yang bersampingan. Pria itu adalah Arseno. Sedari Ginela mengirimkan pesan padanya untuk meminta izin keluar bersama sang supir, akhirnya ia mengikuti sang istri yang ternyata bertemu dengan sang Adik. Emosinya tak bisa lagi tertahankan, kedua tangannya sedari tadi Arseno kepalkan tanpa melepas pandangan dari Ginela.

“Anjing, ngapain gua sampe ngikutin kesini sih.” Gumamnya kemudian beranjak pergi dari sana dengan keadaan diri yang emosi. Sampai-sampai kursi yang menghalanginya jalannya pun tak luput ia tendang.

•••••