Latihan Basket

Ardan mengendarai motornya dengan laju begitu kencang. Perlakuannya membuat sesosok yang berada di belakangnya menutup matanya sambil memeluk badan Ardan. Ide jahilnya berhasil membuat sosok itu tak berkutik.

Kalana — sesosok yang dengan mata terpejam. Perasaannya begitu takut karena Ardan begitu kencang mengendarai motornya. Ardan mulai melambatkan lajunya motor besarnya, ia mulai memasuki halaman parkir sekolahnya. Semua mata yang ada disana tertuju pada dirinya dan Ardan. Namun, mereka tak memperdulikan hal itu.

“Lu masih mau meluk gua?!!” ledek Ardan mencoba menjahili Kalana.

Dengan spontan Kalana melepaskan pelukannya, ia menatap ke arah Ardan dengan tatapan dinginnya dan mulai menurunkan dirinya dari motor sport milik Ardan. Langkah kakinya begitu tergesa-gesa sambil tangannya melepaskan pengait helm full face yang dipastikan milik Ardan, tangannya dengan cepat menyimpan helm di jok belakang motor Ardan dan berlari dari parkiran meninggalkan Ardan yang masih menatap kepergian Kalana.

“Dasar orang aneh!” Ardan menggelengkan kepalanya dengan ekspresi wajah senyum menyeringgai. Ia mulai terbiasa dengan kehadiran Kalana yang membuatnya lebih berwarna dalam hidupnya. Sedetik kemudian ia berjalan dengan santai di koridor sekolahnya, banyak siswa-siswi yang berlalu lalang disana dan mulai membicarakan sosok tampan yang tengah melangkahkan kakinya menuju ruang ganti yang khusus di gunakan untuk jam olahraga.

Tak lama kemudian, Ardan sudah berganti pakaian dengan kaos oblong berwarna putih dan celana pendek longgar selutut yang membuat dirinya lebih tampan. Ardan melangkahkan kakinya sambil menepuk tangannya meminta kepada salah satu temannya untuk memberikan bola basket padanya.

Hari ini akan menjadi hari melelahkan bagi Ardan dan teman-temannya bagaimana tidak dalam waktu 6 hari ia harus menyelesaikan latihan basket dan melakukan tugasnya sebagai pemeran utama di penampilan drama teater yang merupakan acara penutupan pekan olahraga tahun ini.

“Oper ke gua,”

Lelaki itu menerima bola basket dari sahabatnya dan mulai berjalan menggiring bola menuju ring. Seketika bola masuk ke dalam papan ring. Ia kembali berlari mengejar bola yang tengah diiring oleh Marcus dan di oper pada Raka.

Satu jam sudah Ardan dan ke empat sahabatnya latihan basket, tidak hanya ada mereka disana. Banyak para siswa di kelasnya termasuk Marcus yang ikut berpartisipasi dalam latihan basket yang sebentar lagi akan dilaksanakan.

Ardan mendudukan dirinya di lantai yang mulai kepanasan karena cuaca yang begitu panas, ia menatap ke arah sahabatnya yang menunjuk ke suatu arah. Manik matanya mengikuti arah salah seorang sahabatnya — Harshil.

Namun Ardan mengalihkan pandangannya kembali pada sosok Kalana yang berjalan bersama seorang perempuan yang dipastikan sahabatnya. Perempuan itu berjalan menghampiri Ardan dengan tangannya yang tak kosong membawa kantung kresek berisi minuman pengisi tenaga.

“Eh, ada Kalana kesini? Tumben mau ketemu Ardan ya?” ledek Kamal sambil melirik ke arah Ardan.

“Gak usah kegeeran lu,” sanggah Raka memprotes karena perkataan Kamal.

Kalana tersenyum, “Ini gua bawa air minum buat kalian. Pasti haus kan?”

“Makasih, Kal tau aja kita lagi kehausan.” ujar Marcus senang yang langsung menghampiri Kalana berdiri.

Kalana memberikan satu botol minuman pada Marcus. Ia mulai melangkahkan kakinya menghampiri Harshil, Kamal, Raka dan Rajendra untuk memberikan minuman satu persatu. Namun ia melewati Ardan dan malah menyimpan botol di bangku, entah ia lupa atau karena suara panggilan Yeira membuatnya buyar dan lupa siapa yang belum Kalana berikan minum.

“Hahaha sabar ya, Dan.” Ardan mengepalkan tangannya tak suka karena perlakuan Kalana kepada dirinya dan teman-temannya sangat berbeda. Ia masih menatap ke arah Kalana dengan aura yang dingin seperti sesosok yang ingin menerkam mangsanya. Namun ia tak ingin terlihat oleh teman-temannya sedang marah dan kesal. Ekspresinya kembali berubah dan berjalan menuju bangku sambil tangannya mengambil botol minum yang hanya ada satu lagi.

“Biasa aja anjir, tinggal ngambil.” balas Ardan dengan ketus.

Ketika Ardan tengah membuka tutup botol dan mulai meneguk air mineral dari botol karena cuaca begitu panas dan tenggorokannya pun begitu kering setelah latihan basket. Matanya tertuju pada secarik kertas yang melingkar pada label minuman. Seketika ia menghentikan aktivitas minumnya, langsung menatap ke arah kertas putih dengan tinta berwarna biru.

Buat lu, Dan dari Ibun. Semangat latihannya — Kalana.

Kini tatapan dingin dan rasa kesalnya telah berubah hanya sebentar saja dan ia kembali menatap ke arah Kalana yang tengah bercanda bersama ketiga temannya tanpa memperdulikan dirinya. Di dalam hatinya entah ada rasa yang tidak bisa dijelaskan ketika melihat Kalana dan orang lain banyak berbincang, Ardan merasa dirinya sangat berbeda dari biasanya. Entah apa yang ia rasakan.

“Ooh cemburu ya,” celetuk Raka bercanda sambil melirik ke arah mata Ardan masih menatap ke arah Kalana.

“Gak ada gua cemburu.” Ardan berdalih.

“Gak usah bohong, Dan. Gua tau lu cemburu karena Kalana lebih deket sama mereka kan.” balas Rajendra ikut menanggapi jawaban Ardan yang ekspresinya berbeda ketika Kalana tak memberikan botol minuman untuk dirinya.

“Mana ada aing cemburu?! Hayu buru latihan lagi!!” Ardan mendelik sebal tak ingin melanjutkan lagi. Ia menyimpan kembali botol minuman dan kembali berlari menuju tengah lapangan. Ia bertepuk tangan serasa memanggil seluruh teman-temannya untuk kembali latihan.