Latihan Drama Berdua

Seorang lelaki dengan berpenampilan begitu gagahnya tak luput juga di badannya tertutupi jaket kulit warna hitam sehingga terkesan ia begitu tampan. Lelaki itu turun dari motor sport miliknya dan mulai menghampiri pagar rumah berwarna putih. Ketika hendak mau menekan tombol bel rumah yang ada di depannya. Tiba-tiba seorang perempuan keluar dari arah rumah yang henda ia tekan tombol bel.

“Eh, si a' Ardan dateng lagi. Masuk a' sebentar ya.” ucap perempuan yang tak lain Chika.

Chika mulai melangkahkan kakinya menuju pintu pagar rumahnya. Ia mulai membukakan pintu pagar yang masih terkunci rapat namun tanpa di gembok kan oleh pemiliknya. Ia menggeser pagar rumahnya dengan begitu mudah. Chika kembali menatap ke arah lelaki didepannya untuk memerintah lelaki didepannya untuk memasuki halaman rumahnya.

“Masukin aja a' motornya, si teteh ada di dalem, lagi nungguin a' Ardan dari tadi,” goda Chika kepada lelaki yang tak lain adalah Ardan. Ardan tersenyum, “Begitu kah dia sehari-harinya, dek?”

“Iya siah a' terus si teteh suka nanya ke ibun,”

“Perihal apa?” tanya Ardan santai mengikuti langkah Chika.

“Tapi rahasia nyak a' ulah dibejakeun ka si teteh.” pinta Chika agar Ardan tak melaporkan dirinya pada kakaknya.

Chika mendekatkan badannya pada badan Ardan. Mulutnya mendekati telinga lelaki itu. Ardan mencondongkan badannya sedikit agar Chika bisa lebih leluasa untuk membisikan yang sesuai perkataannya. Wajah Ardan kini berubah menjadi menyeringai. Entah apa yang dibicarakan adik Kalana hingga tanpa mereka sadari jika seorang perempuan tengah menatap ke arah dua remaja yang masih asik saling berbisik satu sama lain.

“Chika, dipanggil ibun!” seru perempuan itu meneriaki nama Chika.

Ketika hendak asyik berbincang berdua, dari arah dalam rumah datang seorang perempuan dengan wajah kusutnya menghampiri kedua remaja yang masih asik berdiri di teras rumah yang bernuansa asri. Sesosok yang dipanggilnya kemudian menoleh ke arah sumber suara. Ia tersenyum.

“Tetehnya udah ada, ya udah Chika pergi dulu ya a',” Chika mencoba menegaskan pada Ardan agar menyembunyikan rahasia mereka berdua, “Janji jangan dibocorin.” lanjut Chika tegas.

“Siap, Chika. Rahasia aman.” balas Ardan dengan mengedipkan sebelah matanya pada Chika.

“Udah sana pergi, jangan ganggu!” perempuan yang tak lain adalah Kalana.

“Iya teteh bentar atuh, ini Chika juga mau pergi, teh. Aku pergi dulu ya a'. Assalamualaikum.”

“Waalaikumssalam,”

Setelah kepergian Chika yang sudah tak terlihat batang hidungnya entah pergi kemana. Ardan masih menatap ke arah Kalana yang masih menampakkan wajah galaknya. Kalana meninggalkan Ardan masih mematung di teras rumah. Namun dengan seketika Ardan sadar jika Kalana sudah meninggalkan dirinya sendirian dan kini tengah duduk di ujung sofa ruang tamu dengan memegang kertas putih ditangannya. Ardan menegakan badannya, ia mulai melangkahkan kakinya menghampiri Kalana. Tas selempang yang sedari tadi menemani punggungnya telah ia letakkan di atas meja dan tangannya mulai menggeluarkan secarik kertas yang sama seperti Kalana punya.

“Galak amat,”

“Terserah gua!”

Ardan melototkan matanya dan masih menatap ke arah Kalana yang mengucapkan satu kata itu dengan nada yang tinggi, “Merinding gua. Serem kaya emak-emak dipasar!”

“Bawel ... Udah buruan yang mana yang lu gak paham!” tanya Kalana ketus.

“Semua.”

“Hah!”

“Hah!”

“Apanya yang semua?” tanya Kalana lagi mencoba meyakinkan jika apa yang ia dengan tadi salah.

“Iya semua, gua gak ngerti.” balas Ardan polos.

“Belegug.” celoteh Kalana becanda.

“Apa lu bilang?” tanya Ardan seolah-olah tak mendengar perkataan Kalana.

“Gak ada. Ya udah lu baca dulu bagian lu, Dan.” Kalana tak menjawab pertanyaan Ardan. Ia malah mengalihkan perhatian Ardan untuk menjelaskan naskah.

Ardan menuruti arahan Kalana untuk berada di sampingnya. Ia kembali berdiri dan menghampiri perempuan itu tanpa mau protes seperti biasa. Kini matanya mulai menatap ke arah kertas untuk membaca naskah pada bagian dirinya tampil nanti.

Kalimat demi kalimat Ardan bacakan samping Kalana tanpa ada kesalahan sama sekali. Akan tetapi, Ardan terkadang selalu salah dalam memperagakan beberapa percakapan yang ada di dalam naskah.

“Salah Aryandra. Harusnya suara lu agak ditinggiin,” sanggah Kalana memprotes lalu memperagakan peran suara pangeran.

Ardan menggarukkan tengkuk kepalanya yang tak gatal, dengan sabar ia kembali membaca percakapan yang ada dalam naskah dan dengan sabar juga ia menunggu Kalana untuk mengkoreksi kesalahan yang ia tadi lakukan. Namun, Kalana mengangguk. Ia melanjutkan kembali percakapan demi percakapan dalam naskah.

“Coba sekarang bagian lu lagi, Kal. Biar gua bisa ngikutin.” tanya Ardan kembali duduk di sofa, lalu menunggu Kalana membacakan percakapan dalam naskah.

Kalana masih berdiri di depan Ardan. Ia membaca percakapan pada bagiannya. Tanpa wajah berdosa Ardan menguapkan mulutnya ketika Kalana masih membaca naskah. Ia malah memejamkan matanya.

“Ardan! Woy!”

Kalana berteriak sambil tangannya melemparkan bantal kecil yang tak jauh darunya berdiri pada Ardan. Ardan seketika sadar. Lalu kembali mengerjapkan matanya tanpa ada rasa bersalah ia menatap ke arah Kalana yang tengah memandang Ardan dengan wajah kesalnya.

“Dengerin gak sih gua lagi baca. Jangan tidur!” seru Kalana galak.

Ardan menganggukan kepalanya sambil terkekeh, “Ia sorry ngantuk gua. Udah sampe mana?” Ardan melototkan matanya dan kembali menatap secarik kertas di tangannya.

“Bagian Pangeran yang ketemu sama Putri sekarang.” ucap Kalana dengan ketus.

“Iya gua tau!”

Ardan membenarkan kembali posisi duduknya yang awalnya ia senderan di sofa, kini ia kembali duduk. Ardan mulai membaca lagi satu persatu percakapan yang ada dalam naskah. Begitu juga Kalana yang masih berdiri di depan Ardan dan mengikuti untuk membaca percakapan. “Maafkan saya Pangeran, tapi sepertinya kita tidak dapat lagi bertemu.”

“Kenapa Putri? Apakah kehadiran saya menganggu anda disini?” balas Ardan. “Lah itu bisa,” ujar Kalana sambil berkacak pinggang. “Ya udah coba lanjut lagi.” lanjut Kalana menyimak Ardan untuk baca naskah. Kini Kalana dan Ardan kembali membaca naskah hingga tanpa mereka sadari, dari masing-masing sudah bisa tanpa harus melihat percakapan di dalam naskah. Tanpa ada rasa canggung di antara keduanya. Baik Ardan maupun Kalana sama-sama asyik dalam latihan drama yang akan dilaksanakan 2 minggu lagi.

•••••