Pemandangan kota Bandung pada malam hari terlihat sangat indah, lampu-lampu jalanan menghiasi berderetan. Naufal baru saja mempijakkan kakinya di lantai dasar rumah sakit Borromeus untuk membeli sedikit kudapan yang di pinta sang Dadda.
Setelah selesai membayar pada kasir, sambil menunggu lift yang lama terbuka. Naufal menatap ke arah sekitar rumah sakit yang sepi. Jelas sepi, sudah jam berapa ini. Matanya kembali menelisik ke arah aquarium kaca besar yang berisikan ikan nirwana yang panjangnya sekitar 6 meter, sungguh menarik perhatiannya.
Bosan melihat ikan, Naufal duduk tepat di kursi depan pintu lift yang akan membawanya ke lantai tujuan. Tak lupa menelisik kiri dan kanan mencari untuk di jadikan objek perhatinnya. Tiba-tiba saja bola matanya tak sengaja menangkap seorang laki-laki seusianya memperhatikan Naufal.
“Kenapa sih tuh orang liatin gua gitu amat?” gumam Naufal pelan.
TING!
Pintu lift terbuka, dengan cepat Naufal memasukinya. Di dalam sana, ia masih memikirkan cara untuk melunasi tunggakan rumah sakit yang semakin membengkak. Apa ia terima saja uang yang di kirimkan Rezvan dan Marsha, pacarnya Haikal? Nanti saja ia pikirkan lagi. Itu pikirnya. Naufal melangkahkan kakinya di lorong menuju kamar Ibundanya, tapi bulu kuduknya seperti merasakan ada yang mengikutinya. Ia membalikkan badan takut ada orang yang jahat mengikutinya. Namun, tidak ada siapa-siapa di sana. Karena merasa hawanya sudah aneh, segera Naufal berlari.
“Upal, kenapa nafasnya kaya gitu?” Tanya Tanisha heran.
“Nggak apa-apa, Dadda. Ini pesenannya,” jawab Naufal mengalihkan pembicaraan, lalu duduk di kursi samping Tanisha.
“Makasih sayang. Upal sudah makan?” Tanya wanita itu lagi.
Naufal menganggukkan kepalanya. “Udah, Dadda nggak usah khawatir. Ini di makan dulu, keburu dingin nggak enak.” sambil membuka plastik risoles ke dalam piring. “Gimana kondisi Dadda hari ini?” Tanya Naufal.
“Kondisi Dadda baik-baik aja sekarang, udah ngerasa enakan juga,” balas Tanisha lirih.
“Syukurlah. Sehabis ini Dadda harus istirahat, biar besok badannya fit lagi.” Naufal tersenyum sambil menahan perih pada perutnya yang kelaparan. Lelaki itu tak peduli jika dirinya belum makan, ia bisa memikirkan lagi nanti. Yang jelas sekarang, Daddanya harus sehat dan itu membuatnya cukup tenang.
Naufal kini merebahkan dirinya di atas sofa kulit tak jauh dari ranjang Tanisha. Lelaki itu sangat lapar dan mencoba meronggoh sesuatu dari dalam saku celananya. Roti yang ia dapatkan dari cafe tempatnya bekerja. Ia mengunyah habis roti tersebut tanpa tersisa sedikit pun. Dari pada harus menahan lapar lagi, sebaiknya Naufal tidur saja sambil menunggu hari yang melelahkan.
Di sisi lain, ada sesosok laki-laki tak terlihat menatap Naufal yang sedang tertidur. Jean tersenyum, matanya tak lepas dari pandangan indah di depannya. Ia yakin, jika laki-laki di depannya itu bisa melihatnya tadi. Mungkin, Jean akan mencoba berinteraksi dengan Naufal besok.
•••••