Pergi ke rumah Kalana
Treeeeenngg.. Treeengg.. Treeng...
Suara bel sekolah berbunyi menandakan kegiatan sekolah telah berakhir. Jam dinding di ruang kelas yang bertuliskan X-B menunjukkan pukul 15.00. Deru suara langkah kaki terus bergemuruh dari seluruh para siswa dan siswi berhamburan keluar kelas mereka masing-masing.
Tidak lain halnya dengan Kalana yang buru-buru memasukkan seluruh perlengkapan sekolahnya pada tas ransel berwarna abu miliknya. Ia segera menutup tasnya dan mengambil ponsel miliknya yang ada di atas meja tanpa mengabaikan panggilan temannya.
“Kal maau kee..” Belum sempat temannya berbicara, Kalana sudah pergi keluar dari kelasnya.
Kalana mengikuti langkah kaki Ardan yang lumayan jauh darinya. Ia mencoba menyeimbangkan langkah kaki Ardan namun sangat sulit untuk diikuti. Nafasnya terenggah-enggah karena ingin mencapai langkah kaki panjang lelaki yang sudah berjalan lebih dahulu meninggalkan dirinya. Hingga sampai dirinya diparkiran motor sekolah mereka.
“Mana tuh anak” Ardan memprotes kepada Kalana yang belum datang dengan mata menoleh ke arah jam ditangannya. Namun dengan sigap tangan Kalana menepuk bahu lelaki didepannya, Ardan menoleh ke arah belakang dirinya karena ada tangan yang mencoba menepuk bahunya.
“Gua disini” tanggap Kalana santai.
“Sejak kapan lu ada disitu?” tanya Ardan ketus.
“Tadi” balas Kalana lagi.
“Oh. Ya udah ini pake” Ardan memberikan helm pada Kalana dengan begitu cuek. Kalana mengambil helm kecil di tangan Ardan. Kemudian tangannya memasang helm milik lelaki berwarna hitam dikepala Kalana tanpa mau membantu memasangkan pengaitnya. Kalana terus berusaha, tapi nihil. Bukannya terpasang, pengait helmnya selalu lepas.
“Ck!!” Ardan menatap ke arah Kalana sambil meledek perempuan didepannya yang kesulitan memasang pengait helmnya, dengan sigap ia mulai mempersingkat jarak wajahnya dengan wajah Kalana sehingga hanya tinggal beberapa senti saja.
“Mau ngapain lu? Gak usah deket-deket!!”
“Gua mau masang pengaitnya, bisa diem kaga, bawel!!” Ardan mengoceh protes, ia masih mendekatkan wajahnya pada wajah perempuan didepannya itu tanpa ada rasa bersalah. Tangannya masih asyik dengan kegiatannya mengaitkan helm miliknya pada kepala Kalana. Namun tak selang berapa lama ia telah menyelesaikan kegiatannya, dan mulai menjauhkan dirinya dari wajah perempuan didepannya.
Ardan menyungingkan senyuman tipis saat melihat wajah perempuan didepannya. Dengan otak jahilnya Ardan mulai mengatur strategi untuk menjahili Kalana yang masih diam mematung.
“Kayanya disini kaga ada jualan seafood, tapi kok ada kepiting rebus ya” ledek Ardan sambil menaiki motor sport miliknya.
“Sialan lu!!” balas Kalana memukul punggung Ardan. Ardan mengaduh kesakitan karena pukulan Kalana yang lumayan keras.
Ardan kini melanjutkan tatapan matanya ke arah Kalana sambil melipatkan tangannya didadanya, “Sakit anjir. Muka di sebut kepiting rebus aja marah. Ayo buruan keburu ujan.”
Dengan perasaan masih marah dan menahan malu, Kalana menaiki motor Ardan dengan posisi badannya yang miring. Tangannya memegang kedua bahu Ardan dengan hati yang kalut karena takut lelaki didepannya ini risih. Namun, Ardan menoleh ke arah Kalana ketika merasakan tangan perempuan itu berada di bahunya, ia merasa geram dan memprotes cara duduk perempuan itu.
“Duduknya bisa kaga yang kaya biasa aja!” protes Ardan membentah perempuan di belakangnya.
“Serba salah ayo buruan jalan aja sih.” balas Kalana tak mau kalah.
“Ya udah pegangan yang bener nanti jatoh, gua kaga mau tanggung ya.”
Tanpa menunggu jawaban dari Kalana, Ardan langsung menyalakan mesin motornya. Ia tak lupa menekan gas dan rem bersamaan hingga reflek Kalana melingkarkan tangan miliknya pada pinggang Ardan.
Ardan tersenyum jahil di balik helm full face berwarna hitam miliknya. Tanpa rasa bersalah ia langsung menginjak gas motornya dan melaju menuju rumah milik Kalana untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru.