Sarapan pagi

Senyuman Arseno mengembang ketika mendapati Mamanya, Ibu mertua dan sang Istri—Ginela tengah menunggu dirinya untuk melaksanakan sarapan bersama. Meja makan penuh dengan makanan. Cacing di perut Arseno berlomba-lomba meminta untuk diberi makan pada saat ini juga.

Ketika hendak mengambil piring yang berada di atas meja, tetapi aksinya di hentikan oleh perkataan sang ibu mertua. “Nel, ambilin dulu untuk suamimu.”

“Ibun nggak makan?” Tanya Arseno sopan.

Aira menganggukkan kepalanya, “Makan sayang. Tapi yang punya rumah dulu.”

“Atau nggak itu piringnya untuk Ibun dulu aja, Gin.” seru Arseno ramah.

“Nanti Ibun bisa ambil sendiri. Iya kan, Ibun?” sergah Yunita ikut menanggapi.

Aira menganggukan kepalanya, “Iya nanti Ibun ambil sendiri.”

“Ehem, No mau pakai apa lauknya?” Tanya Ginela akhirnya mengalihkan pembicaraan.

Mata Arseno menelisik setiap wadah makanan. “Ikan sama telor balado.”

Akhirnya Ginela mengambilkan makanan yang di minta Arseno dan meletakkan piring di atas depan Arseno duduk. Tak lupa juga ia menyiapkan gelas milik lelaki itu serta mengisinya dengan air putih. Karena Ginela tahu, jika Arseno harus selalu makan dengan lengkap. Bukan hanya itu saja, Ginela tahu segala hal tentang suami penggantinya itu.

“Oh iya, Sen kamu harus coba semua makanan ini!.” suruh Mama Yunita.

“Ginela loh yang masak semuanya.” lanjutnya dengan bangga.

“Nggak juga. Mama sama Ibun lebih handal.” sergah Ginela malu-malu.

Arseno mulai menyendokkan makanan satu persatu ke dalam mulutnya. Dan benar saja, makanan itu enak. Lidahnya mampu merasakan sama halnya seperti makanan di hotel bintang lima. Namun, kali ini berbeda.

Semuanya yang ada di sana akhirnya ikut menyantap makanan mereka masing-masing tanpa ada yang bersuara sama sekali. Baik Arseno, Ginela dan kedua ibunya masih fokus menyantap makanan.

Mata Arseno memicit ke arah Ginela yang fokus pada makanannya, sehingga tidak menyadari jika di bibirnya ada nasi tertinggal di sana saking terburu-buru makan. “Sorry ya Gin.” lalu tangannya mengambil nasi tersebut dari sisi bibir Ginela.

Ginela yang mendapatkan serangan tiba-tiba, jantungnya merasa berdegub kencang. Apalagi di tambah Ibundanya dan Mama mertuanya menyeruaki dirinya yang katanya menebar kemesraan.

“Ciee, pasangan muda-muda ini.” seru Mama Yunita bahagia.

“Arseno romantis sekali ya pada Ginela. Ibun nggak salah milih menantu.” Tambah Ibun Aira ikut bahagia.

Arseno dan Ginela yang merasakan itu sama-sama diam. Wajah keduanya memerah seketika, entah kenapa ada perasaan suka ketika di sebut sebagai pasangan muda. Akan tetapi, di sisi lain juga keduanya harus sadar. Mereka menikah hanya dalam sebuah perjanjian Suami Pengganti.

“Ibun apa sih!” Sanggah Ginela kemudian membereskan piring-piring kotor termasuk piring milik sang suami, Arseno.

“No, hari ini kamu ada kegiatan apa?”

“Mau sepeda pagi ke alun-alun sama Naufal.”

Mama Yunita mendengus, “Kamu ini nggak bisa quality time sama istri kamu.”

“Nggak apa-apa, Ma. Kan aku ada Mama sama Ibun.” cicit Ginela.

“Tuh, Ginela aja nggak protes. Sebentar kok Ma. Aku siap-siap dulu.” ujar Arseno bersiap-siap berdiri.

“Hey tunggu dulu.” Sanggah Mama Yunita.

“Apalagi, Ma?” Tanya Arseno sedikit kesal.

Mama Yunita menatap ke arah Arseno sambil memberikan kode, “Kamu itu suaminya Ginela. Salam dan cium kening jangan lupa.”

Perkataan itu membuat Arseno diam sejenak, apa Mamanya lupa jika dirinya di sini hanya sebagai suami pengganti saja yang berarti tidak ada hak untuk memberikan pelayanan sebagai seorang suami yang semestinya.

Namun, lelaki tampan itu tak ingin lagi berdebat lagi dengan Mamanya. Ia mengikuti keinginan sang Mama yang mengharuskan menjadi seorang suami yang baik.

Ginela yang tak tahu menahu apa-apa yang baru saja kembali menyelesaikan acara cuci piringnya terkejut karena Arseno—peran suami penggantinya tiba-tiba saja menghampiri dirinya yang masih mematung.

Kegugupan melanda keduanya, jantung keduanya tidak bisa berhenti berdetak. Pasalnya kini Arseno mendekatkan bibirnya pada kening Ginela dan mulai mengecupnya. Bukan hanya kening saja, perutnya pun tak luput dari kecupan bibir indah lelaki tampan itu.

“Jagain Ibun ya anak baik.” Kata Arseno sambil mengelus perut buncit Ginela.

Kemudian berpamitan kepada Mama Yunita sera Ibun Aira. Arseno melangkahkan kakinya pergi menuju lantai dua untuk bersiap-siap melakukan bersepeda pagi nya meninggalkan Ginela yang masih terpaku atas perlakuan lelaki tampan tersebut.

•••••