Sebuah mobil jeep berhenti tepat di halaman Istana yang begitu megah dan mewah. Pintu mobil terbuka dan menampakkan seorang laki-laki keluar dari balik mobil jeep hitam pekat.
Lelaki itu mulai melangkahkan kakinya memasuki pintu Istana yang sudah terdapat para pelayan menyambut dirinya. Jevano — terus berjalan dengan cepat melewati tangga dan lorong demi lorong.
Kini dirinya terhenti tepat di kamar dirinya bersama Narendra. Tangannya mulai membuka kenop pintu kamar, matanya menelisik ke dalam kamar yang mendapati suaminya tengah tertidur di tempat tidurnya.
Jevano menatap ke arah meja nakas di samping tempat tidur yang sudah terdapat semangkuk bubur dan ada sedikit lauk tambahan. Namun belum juga tersentuh sama sekali.
Lelakinya itu menutup pintu kamarnya. Matanya terus menatap ke arah Narendra yang masih memejamkan matanya. Badannya yang kurus, rambutnya yang mulai memanjang dan bibirnya yang pucat pasih membuat Jevano khawatir.
“Narendra bangun. Kamu harus makan!” Jevano mendudukan dirinya di pinggir tempat tidur sambil tangannya membuka jas kerja dan menggulungkan kemeja putih yang ia kenakan.
“Kalau tidak mau bangun, makanannya biar saya buang saja.”
Narendra masih bungkam tidak menjawab ucapan Jevano. Lelaki didepannya itu menghela nafas dengan tangannya mengusap tangan lembut milik Narendra.
“Betul kamu tidak mau makan? Padahal buburnya sangat lezat sekali.” Jevano berpura-pura seolah bubur yang ada di mangkuk akan dia makan. Dan tersenyata usahanya kali ini berhasil. Narendra mulai mengerjapkan matanya. Namun, belum mau membalikkan badannya dan masih dengan posisi membelakangi Jevano duduk.
“Untuk apa lu peduli sama gua?” Ucap Narendra ketus.
“Walaupun saya tidak menyukai kamu bukan berarti saya tidak memperhatikan kamu.” Balas Jevano tak kalah ketus.
“Tapi saya sudah mulai ingin melindungi kamu.” Gumamnya di dalam hati.
Entah kenapa Jevano mulai terbiasa dengan kehadiran Narendra yang terkadang selalu menbuat Istana menjadi ramai. Terbiasa dengan semua yang dilakukan Narendra.
Narendra mulai membalikan badannya menatap ke arah mangkuk bubur yang sudah ada di meja nakas sampingnya berbaring.
KRUBBUUUKK...
Suara perut Narendra yang berbunyi membuat Jevano menahan tawanya. Ia tahu jika suaminya itu begitu menyukai makanan. Bahkan sekalipun makanan yang tidak disukainya masih masuk ke dalam mulutnya.
Tanpa melihat Jevano, dirinya mulai duduk di tempat tidur dan mengambil mangkuk dan sendok yang ada di meja nakas. Jevano tersenyum ketika melihat Narendra mau makan.
“Kenapa bangun? Katanya tidak mau makan. Sudah kemarikan mangkuknya.” Jevano berusaha mengambil mangkuk yang ada di tangan Narendra.
“Nggak ada. Gua laper mau makan. Udah sana pergi!!” Usir Narendra.
“Ya sudah saya mandi dahulu. Abis makan lalu kamu minum obat.”
Narendra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Ia mulai menyendokkan bubur dan memakannya secara perlahan.
Jevano sama sekali belum masuk ke dalam kamar mandi masih mengintip Narendra dari arah kaca yang terlihat memantulkan Narendra yang masih menyantap makannya.
Senyuman diwajahnya tiba-tiba mengembang, seperti ada aliran yang kuat ketika melihat Narendra sudah mulai pulih. Ia berharap lelaki manis di depannya itu kembalu pada jati dirinya yang berisik, yang selalu mewarnai Istana. Hanya itu harapannya kali ini.
•••••