Seuntai tangan dengan cekatan menata piring-piring di atas meja makan. Perutnya yang terlihat besar tak menghalangi dirinya untuk menyiapkan semuanya. Pemilik tangan itu adalah Ginela. Entah kenapa malam itu, perempuan itu sangat bersemangat menyiapkan makanan yang biasa ia kerjakan. “Ci neng meuni banyak pisan masaknya,” seru Bi Asih kagum. “Iya, Bi sekalian untuk kita makan malam.” jawab Ginela bahagia. Terpancar dari wajahnya, Ginela sangat bahagia menunggu sang suami datang. Perempuan itu terus asyik merapihkan meja makan hingga tak merasa jika sebuah tangan melingkar di perut besarnya, ia merasakan deru nafas pada bahunya. Ginela yang terkejut menghentikan aktivitasnya, ia terdiam sejenak hingga elusan perut pemilik tangan itu menyadarkan lamunannya. Perempuan itu tak menyadari jika Bi Asih sudah tak.lagi menemani dirinya. Ginela bergerak menghadap Arseno yang menatap sayu ke arahnya. Dengan rasa canggung, ia masih terpaku karena kini sang pria sudah memeluknya lagi padahal dirinya hendak berbicara. Ginela mencoba melawan, namun percuma karena Arseno lebih kuat dibandingkan dirinya. “Sen, sesek. Aku nggak bisa nafas,” eluh Ginela. “Maaf, La.” Arseno melepaskan pelukan sambil menatap mata indah itu namun masih melingkarkan tangannya pada pinggang Ginela. “Kamu beneran kan nggak akan pergi dari aku?” Tangan Arseno mengusap surai indah milik Ginela. Ia tahu jika perempuan di depannya itu tak nyaman, tapi bukannya dilepaskan. Lelaki itu malah tetap melingkarkan tangannya pada pinggang Ginela, seolah-olah tak ingin sang empu pergi darinya. “Keliatannya gimana?” Tanya Ginela ketus. Arseno menatap teduh mata Ginela seolah-olah mencari jawaban yang pasti, sebab ia tidak ingin kehilangan seorang perempuan yang berharga di hidupnya. Sudah cukup 20 tahun penantiannya menunggu cinta pertama dan terakhirnya. Ginela mencoba untuk menepis rasa canggung pada pria didepannya ini. Dengan penih keberanian, ia mengusap pipi Arseno, “Aku nggak akan kemana-mana, No.” lalu mengecup bibir suaminya itu. Arseno yang mendapat perlakuan itu tak bergeming. Ia mengerjapkan matanya bingung karena baru saja jika orang yang di cintainya itu mencium bibirnya tanpa malu-malu. “Sekarang udah ngertikan?” Tanya Ginela gemas. Saking bahagianya Arseno pada saat ini. Ia hanya terdiam dengan mata yang terus menerus menatap ke arah mata Ginela. Tangannya terurai menggenggam kembali jemari-jemari indah itu dan tak lupa untuk menciumnya. “Makasih, La,” ucap Arseno sumringah. “Makasih udah nerima aku.” lanjutnya yang kini mengeluskan tangan itu pada pipinya. Dengan wajah cemberutnya Ginela menatap ke arah Arseno. “Sen, ayo makan. Aku laper.” “Hehehe sampe lupa makan. Ya udah ayo makan, ibun sama anak ayah pasti laper,” seru Arseno membuat Ginela terkekeh. Entah kenapa hari ini datang seperti mimpi. Ginela tak menyangka jika ia akan jatuh cinta kepada kakak dari pacarnya. Padahal, dari dulu impiannya itu menikah dengan Ghazi. Tapi takdir berkata lain.
“Oh iya, aku lupa mau tanya tentang postingan tweet kamu tempo hari.” Ginela nenatap ke arah Arseno sambil menyimpan piring yang berisi nasi berserta lauk pauknya di depan pandangan sang suami.
Arseno hanya menatap Ginela dengan wajah yang kebingungan untuk menginggat perkataan sang istri tentang postingan di akun pribadinya. “Postingan twitter yang mana sayang?” Bola mata Arseno memutar, mencoba menginggat-ingat tentang apa yang terakhir ia posting. Padahal sudah jelas sekali dirinya memposting foto Ginela saat remaja. Tapi di saat ada yang bertanya seperti ini, ia malah lupa.
“Masa kamu lupa, No. Postingan yang ini.” Ginela memberikan ponsel pintar miliknya pada Arseno.
Sejurus kemudian, Arseno tersenyum tanpa berbicara. Ia menggenggam tangan dan tak lupa mengelusnya dengan lembut. Bukan hanya itu saja, kini Arseno membawa genggaman tangan Ginela untuk di elus pada pipinya.
“Kalau aku ceritain semuanya, kamu akan inget?” Ginela menghela nafas menatap Arseno. “Makanya kamu ceritain, biar aku nggak penasaran.”
“Iya aku ceritain. Tapi ada syaratnya,”
“Kenapa harus ada syarat segala? Cepetan apa syaratnya.”
“Ini.” Arseno memajukan bibirnya seolah-olah memberikan kode pada Ginela untuk menciumnya.
CUP
Ginela yang ingin Arseno segera menceritakan semuanya, tanpa basa basi lagi langsung mengecup bibir Arseno dengan malu-malu.
“Sekarang ceritain!!” pinta Ginela fokus menatap Arseno.
“Iya, iya aku ceritain.” balas Arseno bahagia.
Hingga akhirnya Arseno mulai menceritakan pada saat pertama kali mereka berdua bertemu. Di mana saat pria tampan itu jatuh cinta pada pandangan pertama pada perempuan yang sudah menyelamatkan hidupnya.
•••••