Telor goreng buatan Kak Janu

Tak lama Arseno mengirimkan imess padanya, dengan langkah cepat Ginela langsung membereskan barang-barang miliknya tanpa ada salah sedikit pun ke dalam koper besar miliknya.

Setelah selesai semuanya, Ginela langsung mendorong kopernya dengan segera keluar kamarnya dan menuju kamar sang suami pengganti. Namun, di tengah jalan ia berpapasan dengan Bi Asih dan Laluna yang bingung dengan keadaan perempuan itu.

“Nel, lu mau kemana?” Tanya Laluna khawatir.

“Udah cepetan lu bantuin gua. Berat nih.” Balas Ginela dengan buru-buru.

“Tapi Nel..”

“Please, Lun nanti gua jelasin ok, lu bisa bantuin gua dulu?” Ginela menatap ke arah Laluna dengan nafas yang tersenggal-senggal. Ketika sedang hamil seperti sekarang ini lebih melelahkan dibandingkan hari-hari biasa. Bahkan emosinya tidak dapat stabil.

“Udah Neng, biar si bibi aja.” Akhirnya Bi Asih yang ada di sana membawa koper menuju kamar Arseno yang keberadaannya tak jauh dari kamar milik perempuan yanv tengah menggandung tersebut.

Tak ingin menunggu lebih lama lagi, Ginela berjalan meninggalkan Laluna yang masih berkutat dengan fikirannya sendiri. Dirinya yakin, jika sahabatnya itu bingung kenapa seluruh pakaian yang ia pakai harus dipindahkan ke kamar Arseno.

Padahal sudah jelas sekali mereka adalah sepasang suami istri. Walaupun kita tahu, jika peran Arseno di sini hanya sebagai suami pengganti saja.

“Lu nggak ngelakuin hal aneh-anehkan, Nel?”

“Nel, lu punya segudang penjelasan sama gua. Pantesan aja waktu mau ke kamar lu larang mulu.” lanjut Laluna penasaran sambil melipat kedua tangannya di dada.

Sang empu hanya nyengir tanpa ada rasa bersalah sama sekali. Lalu berlanjut melangkah kakinya terhenti tepat di depan pintu kamar sang suami. Ginela masih mematung di sana tak berani untuk membukanya, bahkan masuk ke sana ia pun tak berani.

“Woy!! Malah matung di situ. Buka.” teriak Laluna memecahkan keheningan, berusaha menganggetkan.

“Sabar. Sabar. Gua nggak berani masuk, Lun.” jawab Ginela.

Laluna mengernyit tak mengerti, “Masa ke kamar laki sendiri nggak berani masuk.” kemudian menyipitkan mata pada Ginela dengan penuh kecurigaan.

“Jangan-jangan kalian berdua tidur di kam..” Lanjut sahabatnya, namun sebelumnya terhenti ketika mendengar suara Januar dibawah sana.

“Ginelaaaaa, Kakak lu dateng nih. Mana tuh anak?!!” Dari arah bawah terdengar suara yang tak asing bagi Ginela. Itu adalah suara sang Kakak yang berhasil menghentikan omongan Laluna.

Dengan terburu-buru Ginela membuka pintu kamar itu dan menyuruh Bi Asih untuk segera merapihkan pakaiannya ke dalam lemari sang suami. Walaupun rasa canggung ketika memasuki kamar Arseno yang serba hitam, tapi ini keseharusan dirinya untuk menyimpan semua barang-barang miliknya ke dalam kamar itu.

“Iya Kak, Nela di atas. Sebentar.” balas Ginela dari lantai dua.

“Lama banget di atas. Ngapain sih? Gua kesana ya,”

“Mau ngapain anjir, nggak usah. Biar gua yang ke bawah.”

Sampai akhirnya Ginela buru-buru keluar dari kamar Arseno meninggalkan Bi Asih sambil menetralkan nafasnya agar tidak gugup dan salah menjawab ketika Januar bertanya. Perempuan itu tahu jika sang Kakak akan bawel semua yang menyangkut dirinya apalagi sekarang dirinya sudah memiliki suami. Januar menatap ke arah Ginela, “Akhirnya, Lu turun juga,”

“Sabar Kak. Gua kan lagi hamil harus pelan-pelan.”

“Iya deh terserah lu. Eh, Nel, lu serius mau di masakin telor sama gua?” Tanya Januar masih terheran karena keinginan Ginela.

Ginela mengangguk, “Gua serius, Kak. Dapurnya ada di ujung lorong.” Kemudian sambil menunjuk letak keberadaan dapur.

TTUK

“Yeuh, nih anak berani bener nyuruh gua. Mentang-mentang di depan suami lu.” Januar menjitak kepala sang adik yang terlalu menyebalkan untuknya.

“Sakit oy,” keluh Ginela sambil mengusap kepalanya.

“Ya udah ayo buruan, gua capek banget.” Lanjut Januar. Ginela tak menjawab ajakan sang kakak, dengan santainya dirinya malah menggandeng tangan Laluna berjalan ke arah dapur. Sudah tak aneh lagi dengan keadaan sahabatnya yang selalu bertengkar bersama sang kakak, Januar.

Arseno sedari tadi ada di sana hanya diam saja, mengulas senyumnya. Tak ada niat untuk ikut bercanda sedikit pun karena sama sekali dirinya tidak mengenali Ginela, sang istri. Bahkan Laluna pun ia tak tahu.

Kembali pada Ginela yang masih dengan santai menyimak Januar—sang kakak yang masih bergulat dengan masakan yang hanya memasak telor goreng saja demi mengabulkan acara ngidam sang adik.

“Nel, gua izin nginep di sini sampai besok,”

“Kenapa izin sama gua? Bukan gua yang punya rumahnya.”

“Lu istrinya, dek.” cicit Januar menatap Arseno dan Ginela bergantian.

Ginela yang penasaran ikut menatap sang kakak, “Kenapa lu natap gua begitu?”

“Ada belek di mata lu.” canda Januar membuat Ginela kesal.

“Sialan lu kak, cepetan mana telornya udah jadi belum?” dengus Ginela tak sabar.

“Sabar woy, makanan mulu di pikiran lu.” Ginela memeletkan lidahnya.

Januar yang menyelesaikan aktivitasnya dan memberikan piring pada sang adik. Ginela menyambut telor goreng itu tanpa berlama lagi langsung melahapnya.

“HUHAHAFUEBAAJK (Ini telor gorengnya enak, Kak).” kata Ginela sambil mulut mengangga karena kepanasan Laluna yang ada di sana menggelengkan kepalanya tak aneh lagi dengan sifat Ginela yang tidak sabaran.

“Sabar Nel. Minum dulu.” Ginela mengangguk kemudian mengambil gelas tak lupa juga ia minum walaupun hanya sedikit. Perempuan itu memfokuskan dirinya lagi untuk memakan telor goreng yang masih tersisa dengan di kelilingi oleh Laluna dan Januar.

Di dalam hati yang paling dalam, perempuan itu harus bersyukur jika masih ada orang-orang yang sayang padanya. Apapun permintaannya selalu di kabulkan. Sangat beruntung sekali bukan?

Namun ternyata, di sudut lain terlihat seorang perempuan tengah menyeringaikan bibirnya sambil menatap mata Ginela dengan tatapan yang penuh tak suka, “Ck!”

•••••