staillry

Sebuah gedung Rumah sakit sudah dipadati oleh lautan manusia ada yang akan berobat di sana ataupun hanya menjenguk sanak saudara yang sedang sakit. Sederetan mobil berhenti tepat di depan lobby rumah sakit. Banyak pria tegap dengan pakaian serba hitam turun dari mobil dan siap mengawal para tuannya.

Narendra dan Jevano yang berada dalam satu mobil mulai menatap ke arah luar yang sudah banyak para bodyguard di sana. Lelaki manis itu merasa takut untuk masuk ke dalam rumah sakit. Sungguh dirinya belum siap menghadapi kenyataan.

Narendra memang berharap jika Jaeden itu adalah orang tua kandungnya. Ia pun ingin merasakan kebahagiaan bersama kedua orang tua nya walaupun ia tahu Jevano dan keluarga nya di Istana sudah memberikan segala nya.

“Tidak apa-apa, Na. Ada saya disini,” Jevano mengusapkan tangannya pada jemari Narendra.

“Tapi..” balas Narendra cemas.

“Apapun yang sudah diputuskan kamu harus terima. Bukankah kamu ingin bertemu orang tua kandung kamu?”

Narendra menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Jevano benar, ia memang ingin bertemu dengan kedua orang tua kandung nya. Ini kesempatan bagus untuk nya. Seharusnya diri nya senang bukan sedih seperti ini bukan.

“Ayo kalau begitu kita turun!” Ajak Narendra dengan wajahnya yang berubah menjadi senyuman bahagia. Setelah berbincang lama di dalam mobil. Dengan hati-hati Narendra dan Jevano melangkahkan kakinya memasuki lantai rumah sakit untuk melakukan rangkaian test.

Marcus dan Harsa memimpin kedua pasangan untuk menunggu agar bisa melakukan rangkaian test terlebih dahulu sebelum menjalani ke tahap selanjutnya.

Narendra menatap ke arah Jaeden dan Naura yang tengah duduk tak jauh dari nya duduk. Ia masih tak menyangka akan bertemu dengan kedua orang tua nya dengan keadaan seperti ini. Padahal yang lelaki manis itu tahu jika kedua orang tua nya sudah meninggal.

“Tuan Muda Narendra dan Tuan Jaeden Mahapraja?” Panggil seorang suster yang keluar dari sebuah ruangan yang tak begitu besar.

Merasa dipanggil namanya masing-masing. Baik Narendra dan Jaeden secara tak sadar menoleh ke arah suster bersamaan.

“Kalau begitu mari kita lakukan test nya Tuan.”

“Baik Suster.”

“Baik Suster.”

Jawaban keduanya sukses membuat Jevano dan Naura tercenggang bukan kepayang. Mereka berdua itu seperti kembar dan takdir yang disatukan untuk bersama.

“Saya yakin, Na. Jika dia memang ayah kandung kamu.” batin Jevano menatap ke arah kedua nya yang masuk ke dalam ruangan test.

Sama akan halnya Jevano. Batin Naura mengatakan jika Narendra adalah anaknya. Kesamaan sangat melekat pada kedua nya. Ia tidak lagi mau mengelak hal itu.

Selang beberapa menit Narendra dan Jaeden memasuki ruangan. Pintu terbuka dengan lebar, suasana tegang meliputi ruang tunggu. Jevano yang awalnya duduk sambil berdoa kepada maha kuasa. Badannya kembali tegak dan senyuman di wajahnya mengembang ketika mendapati sang suami keluar dari sana.

“Noo..”

Di rengkuhnya badan mungil yang telah menjadi jantung hati bagi dirinya dengan erat. Tak lupa juga ia mengusap surai lembut milik Narendra untuk menyalurkan betapa sayang nya lelaki itu.

“Tidak apa-apa apapun hasilnya kamu pasti kuat sayang.” Perkataan itu sukses membuat Narendra terharu. Bagaimana pun juga ia sangat lemah jika, hati nya akan terenyuh jika berada di keadaan seperti ini.

Orang-orang bisa saja menilai Narendra kuat. Tapi sebenarnya itu hanya mereka lihat dari sisi luar nya. Dari sisi dalam nya belum tentu seperti itu.

•••••

Setelah mengirimkan pesan kepada Jevano — suaminya. Narendra kembali menegakkan dirinya menatap ke arah brangkar tempat tidur rumah sakit yang terdapat seorang wanita paruh baya dengan rambutnya yang putih dengan keadaan yang lemah. Narendra sungguh iba kepada wanita patuh baya itu yang tiba-tiba hendak menyebrangi jalan namun seorang diri. Tidak ada orang yang membantu dirinya, bahkan aparat setempat pun tidak ada berjaga disana. Hingga pada akhirnya nalurinya berkata, ia langsung membawa wanita itu ke rumah sakit.

Entah kenapa pihak rumah sakit langsung mengetahui siapa wanita paruh baya itu tanpa harus mencari tahu terlebih dahulu. Narendra merasa aneh dengan semuanya, karena ketika ia berada di Istana Altaro tidak seperti ini. Namun dia tidak mau ambil pusing lagi, masa bodoh dengan hal-hal kecil seperti itu. Yang penting wanita paruh baya di hadapannya itu bisa selamat.

“Ok, thank you.” Suara itu membuat Narendra terusik. Dirinya segera menegakkan badannya.

Sebelum menghadap ke arah sumber suara, lelaki manis yang merupakan permaisuri dari Pangeran Jevano membenarkan wajahnya yang tak sengaja ketiduran disana. “Sorry boy, you bring my mot..” Perkataan wanita itu terhenti ketika menatap mata Narendra.

Narendra kebingungan saat Wanita di hadapan nya hanya terpaku menatap dirinya sambil menghampiri nya. Perlahan tangannya mulai mengelus pipi putih milik lelaki manis itu.

Tak beberapa lama, tiba-tiba datang seorang Pria yang berperawakan atletis dengan pakaian coat coklat yang pas di badannya memasuki ruang rawat di mana yang ada Narendra dan wanita tadi.

“Honey, look at him. He looks like Narendra. We son.” Ujar Wanita tadi bahagia.

Narendra yang kebingungan dengan wanita di hadapannya berbicara dengan bahasa yang sulit ia mengerti. Bola matanya memutar mencari cara agar bisa menjawab ucapan wanita itu.

“Kenapa wanita itu nyebut nama gua?” gumam Narendra heran.

Pria itu melangkahkan kakinya menghampiri Narendra. Sama seperti wanita tadi, ia menatap wajah Narendra kemudian memeluk badan Narendra dengan erat. Jevano yang baru saja datang terkejut ketika ada seorang Pria memeluk badan suami nya dengan begitu erat. Terlihat di sana dirinya ingin sekali marah namun tak bisa karena harus bisa menahannya.

Jevano harus paham jika saat ini, ia berada di rumah sakit yang notabenya harus memberika ketenangan pada para pasien.

“No, tolongin.. Uhuuk.. Sakit.”

“Sorry can you let go of the hug from my husband? He's not comfortable with it.”

Mendengar suara Jevano, Pria itu langsung melepaskan pelukannya. Ia terkejut ketika melihat lelaki gagah di hadapannya yang tak lain adalah seorang Pangeran berada di Maldives saat ini.

“Jevano Bagaskara Altaro?” Tanya nya mencoba meyakinkan.

“Yes. You know me?” Jevano bertanya balik.

“Sudah besar kamu. Padahal dahulu saya bertemu dengan kamu masih berumur 2 tahun,” Jawab Pria itu membuat Narendra dan Jevano terkejut karena ternyata bisa berbahasa sehari-hari di negeri Altaro.

Jevano masih menatap pria itu dengan perasaan bingungnya, “Anda bisa bahasa Altaro? Dan anda kenal saya dimana?”

“Nama ayahmu Jeffrey Altaro dan Ibu mu Matthew, benar?” Balasnya masih membuat Jevano terpaku.

Jevano kembali menganggukan kepalanya, “Betul. Anda siapa?”

“Perkenalkan nama saya Jaeden Mahapraja dan ini istri saya Naura Mahapraja.” Perkenalannya masih membuat Jevano terkejut dan terheran karena terdapat nama marga Mahapraja yang sama seperti nama suami nya.

“Hah? Kenapa nama belakangnya sama kaya nama Nana?”

“Jadi nama kamu Narendra Mahapraja?”

“Betul itu nama saya,”

“Sayang, apa betul dia Narendra anak kita?” Tanya Naura pada Jaeden.

“Pasti dia Narendra anak kita sayang. Nama marga nya pun sama.”

Narendra melangkahkan kakinya berdiri di belakang Jevano berdiri. Ia yang sedari tadi menatap pasangan suami istri di hadapannya dengan perasaan takut. Sungguh di dalam fikirannya begitu kalut, ingin sekali pergi dari sana saat ini juga.

“No mereka siapa? Nana takut.” Bisik Narendra pelan.

“Tenang, Na. Ada saya disini.” Jevano berusaha menenangkan badan Narendra yang panik dan takut dengan situasi ini.

“Mana buktinya jika kalian memang orang tua kandung saya?” Tanya Narendra masih sembunyi di balik badan Jevano.

Jaeden tersenyum, “Saya tahu kamu terkejut kepada kami.” Jaeden menatap ke arah Narendra sambil mencoba menghampirinya, “Tapi kami bersumpah, tidak ada kebohongan disini. Jika ingin tahu, mari kita duduk terlebih dahulu. Nanti saya jelaskan siapa kami.” Lanjutnya sambil mengajak Narendra dan Jevano untuk duduk.

Sebenarnya Jevano terkejut dengan semuanya yang ia rasa sangat kebetulan. Dan sebenarnya dirinya juga penasaran dengan apa yang akan dikatakan Pria di hadapannya ini.

Sama akan hal nya dengan Narendra yang takut dengan situasi seperti ini. Tiba-tiba saja ada yang mengaku jika mereka adalah orang tua nya. Semua nya berada di luar nalarnya. Menurutnya Narendra semua nya ini tidak masuk akal.

Akan tetapi pada akhirnya, Narendra dan Jevano ikut duduk di hadapan pasangan suami istri yang katanya adalah orang tua kandung Narendra. Dengan begitu seksama pasangan muda mudi ini mendengar Jaeden yang mulai bercerita seluruh mengenai diri nya dan Narendra.

•••••

Langit pada malam hari di kota Maldives begitu sunyi. Hanya terdengar deruan suara ombak yang mengarungi sisi pantai. Tidak nampak terlihat pasir karena awan hitam mengerubuni langit.

Narendra baru saja memasuki kamar di kamar resort kayu yang terkenal disana. Lelaki manis itu sangat takjub terhadap suasana di dalam kamarnya yang sangat mewah. Akan tetapi, jika di lihat dari luar hanya segelintir kayu tua yang atapnya diberikan jerami-jerami.

“Nana.” Jevano melingkarkan tangannya pada pinggang Narendra. Tak lupa juga mengenduskan hidungnya pada leher lelaki manis yang sudah menjadi miliknya. Narendra yang terkejut berusaha untuk melepaskan endusan yang berawal dari hidung namun berubah menjadi hisapan yang dilakukan Jevano. Bukannya menolak, tapi jika suaminya itu lupa bahwa Narendra juga seorang lelaki yang mempunyai libido dan hasrat jika tergoda. Maka dari itu, ia belum mau melakukannya sekarang.

“Noo lepasiin Nana capeek,”

“Nggak mau.”

“JEVANO!!”

“Iya iya lepas.”

Jevano melepaskan pelukannya dari badan Narendra. Namun kini dirinya berganti memeluk lelaki manis itu dari samping sambil menghirup udara Maldives yang menurut mereka itu sangat sejuk.

“Terima kasih, Na.” Kata Jevano pelan.

“Untuk?” Tanya Narendra menegakkan kepalanya pada Jevano.

“Untuk hadir di hidup saya. Terima kasih mewarnai semuanya.” Jawab Jevano santai.

Narendra menghembuskan nafasnya, “Seharusnya Nana yang berterima kasih sama kamu dan orang-orang Istana.” Narendra menatap ke arah laut sambil menyenderkan kepalanya ke dada Jevano, “kalau bukan karena kalian, mungkin Nana akan tetap jadi Narendra yang sok tegar, yang harus banting tulang demi membiayai orang tua angkat Nana dan Kamal. Terima kasih.” Lanjut Narendra dengan mata yang berkaca-kaca.

“Memang sudah seharusnya kamu disini. Maaf saya baru menyadarinya.”

Narendra tersenyum sambil menganggukan kepalanya. Ia merupakan manusia paling beruntung di muka bumi ini, jika saja dulu dia tidak menerima perjodohan ini. Mana mungkin dirinya bak menjadi seorang pangeran. Segalanya selalu disiapkan oleh para dayang.

Dan juga sudah saatnya Narendra bersyukur dengan semua yang ia dapati hingga saat ini. Tidak akan lagi dirinya melepaskan semuanya. Lelaki itu berjanji akan selalu membahagiakan setiap orang yang berada di sekitarnya. Termasuk bersama Kamal.

Kembali pada Jevano dan Narendra yang kini tengah sibuk saling bertautan tidak ingin melepaskan satu sama lainnya. Entah bagaimana awalnya, sekarang Jevano dan Narendra sudah berada di atas tempat tidur dan saling menindih badan satu sama lain.

Senyuman menggembang dari wajah kedua nya. Kebahagiaan meliputi mereka berdua yang tengah di mabuk asmara.

Narendra menatap ke arah Jevano yang keadaannya sama seperti dirinya tidak memakai pakaian sehelai pun di sana. Lelaki gagah yang berada di atas nya perlahan mulai mencium kening dan seluruh wajah dirinya.

“Ssshh No aaaah.. Nghhh.”

Hingga sampai suara-suara erangan terdengar hingga arah luar kamar resort yang sudah dipastikan mereka saling memberikan kebahagiaan.

•••••

// nsfw // 21+ // tw // cw // kissing // sex scene // anal sex // nipple play //

Bibir kedua insan yang tengah di mabuk asmara kembali bertemu. Berawal dari saling mengungkapkan rasa. Dan kini tidak ada lagi rasa benci dan juga tidak peduli. Semua rasa itu tergantikan dengan hadirnya cinta, rasa sayang satu sama lain.

Jevano dan juga Narendra merasakan hal itu dengan menyatukan kembali bibir satu sama lain yang berawalnya lembut namun berujung menjadi nafsu dan kasar. Air liur mengalir keluar dari mulut mereka membasahi seluruh permukaan disana. Dirinya melepaskan bibir lelaki manis yang kini terlihat bibirnya memerah akibat perlakuannya.

Tidak berhenti sampai di situ saja. Kini bibir Jevano mulai menjamahi seluruh bagian leher Narendra tanpa tertinggal sejengkal pun. Di lumatnya leher itu hingga meninggalkan beberapa tanda merah alami di sana. Belum cukup dengan leher. Tangan keker milik Jevano mulai merobek kaos Narendra yang menurut dirinya sungguh mengganggu dari pandangannya.

Sang empu yang mendapatkan perlakuan itu makin menyukai sentuhan suaminya. Suara lenguhan tidak pernah berhenti keluar dari mulut sexy nya. Matanya terpejam ketika tangan Jevano meremas dada bahkan memilin puting berwarna merah muda yang dimiliki Narendra.

“Noo.. Nghhh..” lenguh Narendra.

Jevano yang mendengar lenguhan itu tersenyum nakal, kini mulutnya mulai mengemut kedua puting dada milik Narendra yang terlihat sedikit membesar. Tak lupa juga ia melumat puting, bukan hanya melumatnya tapi dengan lihai ia memainkan lidahnya pada puting mungil itu.

Perlakuannya berlanjut menjamahi seluruh perut milik Narendra hingga sampai mengecup pinggang milik suaminya. Seperti memberikan tanda jika lelaki manis itu adalah miliknya. Narendra menatap ke arah Jevano yang kini berdiri dihadapannya sambil membuka celana kain yang masih lelaki gagah itu kenakan. Bahkan tak lupa juga Jevano membuka seluruh pakaiannya hingga tidak tampak sehelai benang pun menutupi tubuhnya.

Kemudian Jevano kembali menjamahi kedua selangkangan milik Narendra sambil mulutnya mengecup penis sang pemilik bahkan sampai mengulum seluruhnya.

Narendra yang mendapatkan perlakuan itu tidak berhenti mengeluarkan desahannya. Ini kedua kalinya ia melakukan hubungan intim bersama Jevano. Namun, kali ini berbeda. Dirinya sangat menikmati setiap jengkal sentuhan yang diberikan sang suami kepadanya.

“Aaaah.. Noo..” desah Narendra.

“Kenapa baby?” Jevano masih asyik dengan aktivitasnya yang tengah mengecup lubang milik Narendra. Di elusnya belahan lubang membuat sang empu kembali mendesah tak karuan.

“Ssshy mmhh..” Narendra mencoba menahan desahan dengan menggigit bibir bawahnya. Justru ia salah melakukan hal itu.

Jevano semakin brutal mengelus lubang sempit milik suaminya. Bahkan kedua jari miliknya sudah siap untuk masuk ke dalamnya. Sebelum melakukan hal itu, ia kembali mengeluskan sambil manik matanya menatap ke arah Narendra yang menikmati perlakuannya.

“Na kamu tidak mau mengulum milik saya?” Tanya Jevano sambil menahan libidonya untuk tidak langsung memasukkan miliknya pada lubang sang suami.

“Langs..uungh.. A..ja.” ucap Narendra terbata-bata.

Jevano yang mendengarkan ucapan Narendra yang terbata-bata namun masih jelas, mulai membalikkan badan lelaki manis itu membelakangi dirinya. Kedua tangannya memegang pinggang mulus milik Narendra agar berdekatan dengan miliknya.

Entah kenapa lelaki itu bisa melakukan semuanya ini secara alami. Padahal sudah jelas sekali ketika awal pertemuan dirinya menolak. Tapi berbeda dengan malam ini, Jevano sudah mencintai suaminya itu dengan tulus. Tanpa adanya paksaan.

Perlahan jari tangan kanan milik Jevano mengelus lubang milik Narendra dengan lembut dan secara tak sadar ia mulai memasukkannya. Tak hanya memasukkannya, lelaki bertubuh kekar itu dengan asyik memasukkannya.

“Aahmm ssshh Noo.” Desahan Narendra yang membuat libido Jevano menjadi bertambah lagi dari sebelumnya.

Tanpa mau berlama lagi menahannya, Jevamo melepaskan jari tangannya yang penuh dengan cairan milik Narendra. Penis miliknya sudah mulai menegang, ia merasa sudah saatnya untuk memulai aksinya.

“Saya mulai ya, Na.. Mohon tahan.” titah Jevano lembut. Tangan Jevano mulai mengarahkan penis miliknya pada lubang sempit Narendra. Perlahan penis yang kini sudah tegang itu mulai mencapai permukaan lubang. Perlakuannya itu membuat sang empu kembali mengerang.

“Saa..kiitt.”

“Jangan tegang Na,”

Jevano menindih badan Narendra dari belakang. Ia berusaha untuk menenangkan Narendra agar tidak merasa kesakitan sebelum dirinya melakukan lebih lagi.

Dan Narendra melakukan itu. Sekarang badannya cukup lebih tenang walaupun sebenarnya kali ini dirinya sangat ingin berteriak dnegan kencang. Kakinya lemas karena harus menahan tompangan badannya Jevano yang lebih besar dari badannya.

Kembali pada Jevano mulai menggerakkan pinggulnya secara perlahan. Tangan kekarnya dengan jantan meremas pantat sintal milik Narendra yang membuat nafsunya semakin menjadi. Pergerakan penis Jevano semakin mendalam di lubang milik Narendra sehingga suara desahan tidak pernah luput Narendra layangkan.

“Aaah..aahh.. Nghhh.. Jepaan ssshh..” desah Narendra tidak tertahan lagi.

“Keluarkan saja sayang,”

Pinggul Jevano tak berhenti bergerak sampai akhirnya ia bangun dari atas badan Narendra. Tangannya meremas bokong kenyal suami nya itu tak luput juga tamparan Jevano layangkan hingga meninggalkan bekas.

“Ughhmm.. Ngghh..” Erang Jevano yang telihat bersemangat memaju mundurkan miliknya pada lubang Narendra.

“Aaaaa gua mau keluar aaahmm.”

“Tunggu, Na. Aahhh enak naa,”

Jevano berhenti sejenak dengan posisi tangannya membalikkan badan Narendra secara berhadapan sehingga terlihat dengan jelas wajah cantik milik suami nya yang masih meracau dengan indah.

Di peluknya badan Narendra sambil kepalanya mengecup tengkuk leher sang empu. “I love you.” bisik Jevano sambil mengecup telinga Narendra.

“I love you more.” balas Narendra.

Pinggul Jevano terus bergerak tak beraturan mengiringgi arah penisnya yang tidak mau berhenti maju mundur dari lubang itu. Hingga sampai akhirnya lelaki itu mulai menyadari jika batang miliknya kini sudah berubah menjadi berurat dan mengeras di dalam sana.

Narendra bisa merasakan penis besar milik Jevano yang membuat lubangnya itu begitu sesak. Ia menggigit bibir bawahnya seraya tengah menahan desahan.

“Nanaa sayaanghh saya maauu ssshhhh.” Jevano mulai meracau di saat titiknya akan mencapai klimaks.

“Jeep aaaah gua keluaarr.”

“Nanaa aaahhmm.”

Crottt..croottt..croott..

Jevano mengeluarkan cairan miliknya di dalam lubang sampai mencapai klimaksnya lebih dalam. Di rengkuhnya badan Narendra penuh kasih sayang. Kecupan terus ia berikan pada bahu kecil lelaki manis didepannya.

“Noo.” panggil Narendra.

“Hmm.” Jevano menatap ke arah manik mata indah Narendra. Ia menggenggam jari-jari lentik milik lelaki manis itu dan sesekali mengecupnya.

Sungguh didalam pikirannya kali ini hanya ada nama Narendra, Narendra dan Narendra.

“Sejak kapan lu suka sama gua?” Tanya Narendra penasaran.

“Sejak kamu ada disini,” balas Jevano masih merengkuh Narendra, dengan seolah-olah tidak mau melepaskan dari dekapannya.

“Mulai sekarang ajarkan saya lebih dekat dengan kamu, Na,” Jevano mencium kening Narendra. “Saya tidak mau lagi menyia-nyiakan kamu. Sudah cukup kemarin saya cuek sama kamu.” Lanjut Jevano dengan mata yang berkaca-kaca.

Mendengar pengakuan cinta Jevano, air mata keluar begitu saja dari mata indah milik Narendra. Ia pun sama akan halnya dengan suaminya itu. Entah sejak kapan perasaan ini tumbuh, yang jelas dirinya ingin bersama Jevano. Ingin memberikan cintanya dengan rasa yang tulus.

“Tapi Na, bagaimana kita lanjut ronde ke dua?” Tawar Jevano sambil membisikkan pada Narendra.

Sang empu yang mendengarnya hanya melototkan matanya begitu terkejut karena ternyata Jevano sangat agresif tidak cuek seperti biasanya.

“Ini beneran lu kan, No?” Tanya Narendra memastikan.

“Iya sayang. Ini saya. Mulai sekarang kamu harus biasa,”

“Biasa untuk?”

“Untuk jangan manggil saya, gua lu. Hmm.” Jevano kembali mengenduskan kepalanya pada ceruk leher Narendra hingga keluarlah desahan dari mulut sang empu.

“Noo aaah..pleasee.” cicit Narendra kembali mendesah. “Jadi..” Jevano menatap Narendra dengan tatapan seringaian tajamnya.

“Nooo nghh.. Sttopp.”

Jevano tidak menjawab permintaan Narendra. Dirinya malah menggerakkan kembali penis miliknya yang masih asyik berada di lubang milik Narendra.

Dan kita tak tahu berapa lama mereka melakukan lagi karena hanya mereka berdualah dan Tuhan yang mengetahui itu.

•••••

Tw // mention of kiss // Kissed scene // love //

Matahari pada sore hari itu sudah menunjukkan akan bergantinya dengan suasana malam hari. Seorang lelaki manis baru saja memasuki area ruang tamu dari gedung tersebut yang sangat luas untuk dipijaki.

Lelaki manis itu adalah Narendra. Ia terus melangkahkan kakinya melewati lorong demi lorong dengan diikuti Harsa — asisten pribadinya dan juga dayang-dayang istana.

Hingga langkah kakinya terhenti di sebuah pintu besar dengan motif kayu aksen kerajaan menutupi ruangan tersebut. Narendra membalikkan badannya menghadap semua orang yang mengikutinya.

“Sekarang kalian boleh istirahat. Gua mau istirahat dulu. Lu juga, Sa, sana me time sama Marcus!” Perintah Narendra seraya mengusir mereka untuk tidak menganggunya.

“Tapi Tuan Muda—”

“Udah gua nggak apa-apa. Ada si Jepan kan di kamar?”

Harsa menganggukan kepalanya mengerti, “Baiklah, kalau begitu kami permisi dahulu.”

Narendra menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Ia mulai membuka pintu kamarnya dan memasuki ruangan yang sehari-harinya ia gunakan untuk melakukan istirahat dari lelahnya aktivitas kenegaraan.

Ketika berada di dalam kamar, lelaki manis itu tidak mendapati suaminya — Jevano ada di sana. Tempat tidurnya kosong, namun terdengar suara shower dari arah kamar mandi menyala. Sudah dipastikan jika Jevano ada di dalam sana. Tidak ingin berlama lagi, dirinya menuju ruang ganti pakaian dan hanya menggenakan celana pendek sepaha berwarna pink dengan kaos kebesaran berwarna putih.

Jevano keluar dari dari kamar mandi hanya menggenakan handuk yang melingkar di pinggangnya. Manik matanya menelisik ke arah Narendra yang tengah membersihkan wajah.

“Kapan kamu pulang? Kenapa saya tidak tahu?” Tanya Jevano sambil mengambil kaos putih miliknya di dalam lemari lalu menggenakannya.

“Tadi waktu lu mandi. Udah mandinya? Gua mau mandi,” Narendra berdiri dari duduknya di atas kursi tualet. Namun langkahnya terhenti ketika tangan melingkar tepat pada pinggangnya. Deru nafasnya terasa di kit leher Narendra, membuat lelaki itu bergedik ngeri.

“Jep.. Lu keen..p..a? Ta..ddii di.. imes.. lu mau ngo..mong ap—a?” Lanjut Narendra terbata-bata karena pelukan Jevano yang begitu erat menurutnya.

Terkejutnya bukan main mendapatkan perlakuan suaminya itu yang tiba-tiba menjadi se romantis ini. Padahal ia tahu jika kemarin suaminya itu sangatlah cuek bahkan terkesan tidak peduli dengan apa yang akan ia lakukan.

“Na, saya salah,”

“Maksud lu?”

“Sayaa..” Bukannya melanjutkan ucapannya, Jevano malah membalikkan badan Narendra dan mendaratkan bibirnya di atas bibir pink milik lelaki manis didepannya.

Awalnya hanya saling menempel saja namun secara perlahan Jevano mulai menggerakan bibir nya intens, pangutannya menggema di seluruh isi ruangan kamar. Tanpa di sadari ternyata Narendra membalas panggutan tersebut tanpa menolak sama sekali.

Kini mereka berdua sudah berada di atas tempat tidur dengan posisi Jevano menindih badan Narendra tanpa mau saling melepaskan bibir mereka masing-masing. Narendra melepaskan lumatan bibirnya, “Lu kenapa?”

Jevano hanya terdiam tak menjawab pertanyaan lelaki di depannya. Manik mata nya terus menelisik wajah manis milik suami nya.

“Jawab, bukannya diem!! Lu tiba-tiba cium gua, peluk gua. Maksudnya apaan? Kemarin lu bilang sukanya sama perempuan!!” hardik Narendra tidak menghentikan ucapannya.

Setelah berbicara Narendra terdiam sejenak, namun kembali menatap mata Jevano dengan menampakkan wajah kesalnya, “Sekarang bilang salah. Jadi mana yang bener?!!”

“Saya memang salah, Narendra. Ternyata selama ini saya mencintai kamu. Dan mulai detik ini saya ingin menjaga kamu, melindungi kamu dan adik kamu.” Jawab Jevano dengan wajah memelas.

Narendra terpaku ketika mendengar jawaban Jevano yang terlalu tiba-tiba menurutnya. Lelaki manis itu tidak tahu sama sekali jika selama ini suaminya itu diam-diam memberikan perhatian kepada nya sejak awal saat berada di Istana. Bahkan tanpa di sadari juga, keduanya memang sudah saling menyukai namun gengsi meliputi semua yang ada pada diri mereka masing-masing.

Jevano terdiam hendak melepaskan diri dari badan Narendra namun tangan suami nya itu dengan segera menahannya, “Iya. Gua juga suka sama lu.” bisik Narendra dengan cepat.

“Apa? Saya nggak dengar,” Narendra menghembuskan nafasnya, “Gua cuman ngulang sekali lagi. Kalau udah sekali itu hangus.”

“Saya becanda.”

“Jevano!!”

Saat ini jika bisa digambarkan perasaan Jevano sangat bahagia. Cinta nya tidak bertepuk sebelah tangan, ternyata lelaki itu juga menyukai dirinya. Ia melayangkan kecupan manis pada kening Narendra dan berlanjut memberikan pelukan hangat dengan begitu erat.

“Terima kasih Na,”

“Se..see..k, No.”

“Maaf saya, terlalu keras.”

Dengan segera Jevano merenggangkan pelukan agar Narendra dapat bernafas. Akan tetapi manik matanya tidak pernah lepas dari pandangan mata Narendra.

Manik mata nya tidak pernah lepas sejengkal pun dari wajah manis milik Narendra. Bahkan jika bisa dikatakan, dirinya begitu candu pada arah bibir didepan nya seolah-olah ingin menerkam saat ini juga.

•••••

Cuaca malam hari ini begitu sejuk dan tenang. Langit menunjukkan beberapa bintang yang berkelip di sekitarnya. Bulan begitu bersinar dengan terang tanpa di selimuti awan hitam seperti biasanya. Sinarnya menerangi ke jendela setiap jendela yang jaraknya tidak jauh darinya berpijak.

Begitu juga sebuah ruangan yang lumayan luas, walaupun sudah di terangi lampu namun tetap saja cahaya dari luar masuk dengan mudahnya ke ruangan itu.

Jevano masih terbaring lemah di atas tempat tidur dengan matanya yang masih terpejam. Sebelumnya dokter istana sudah memeriksa dirinya dan tidak ada tanda-tanda yang aneh pada sang Pangeran. Lelaki itu hanya terlalu lelah beraktivitas tanpa melakukan istirahat. Pintu kamar terbuka dengan lebar, di sana terlihat Narendra — suaminya masuk dengan membawa nampan berisi beberapa mangkuk di atasnya. Tidak lupa juga para dayang Istana mengikutinya dengan membawa gelas dan air minum.

“Kamu boleh keluar!”

Dayang istana segera menyimpan nampan yang di atasnya ada gelas dan mangkuk sambil menundukan kepalanya melangkahkan kakinya pergi dari kamar sang baginda.

Lelaki manis itu kemudian menatap ke arah Jevano yang masih tertidur. Ia menghampiri suaminya dengan perlahan menduduki dirinya di pinggir tempat tidur.

“Jepano, bangun!” Ujar Narendra mengoyangkan lengan Jevano.

Jevano mengedipkan matanya, “Hmm.”

“Makan dahulu. Abis itu minum obat terus tidur lagi.” Balas Narendra mengambil sendok dan mangkuk yang berisi sup rumput laut.

“Gua buatin sup rumput laut kesukaan lu,” Lanjut Narendra sambil mengaduk dengan perlahan.

“Saya tidak lapar.”

“Nggak usah kaya anak kecil, ayo cepetan bangun.” Narendra berusaha menarik lengan kekar Jevano agar mau bangun untuk memakan sup rumput laut buatan dirinya. Lelaki bertubuh kekar yang tadinya berbaring. Terpaksa mendudukan dirinya si atas kasur karena Narendra terus menerus tidak menghentikan ocehannya.

Narendra tersenyum ke arah lelaki yang selama ini tidak menyukainya, secara perlahan ia mulai menyendokan sup dan menyuapi pada mulut Jevano. Sang empu menerimanya sambil menatap ke arah suaminya itu.

Suapan demi suapan hingga mangkuk tidak tersisa lagi sedikit pun makanan. Narendra menyimpan kembali mangkuk dan mengambil gelas yang akan diberikannya kepada Jevano. Jevano menerima gelas dan juga tak lupa ia memberikan obat penurun panas kepada suaminya. Seperti tersihir lelaki itu menuruti semua permintaannya tanpa harus menolak sedikit pun.

“Sekarang lu bisa tidur lagi. Gua mau keluar dulu.” Narendra mulai bangun dari duduknya dengan membawa nampan dari sana.

Namun ternyata seperti ada yang menghalangi langkah kakinya ternyata itu adalah tangan suaminya — Jevano. Narendra mulai membalikan badannya menatap ke arah Jevano dengan wajahnya yang memelas seperti anak kecil yang tidak ingin ditinggalkan Ibunya.

“Ada apa, Jepan?” Tanya Narendra kembali duduk. Jevano masih menatap Narendra, “Temani saya sampai tidur. Saya biasanya dipeluk Papi jika sedang sakit.” Jevano masih menunggu reaksi Jaemin, “Tapi kalau kamu tidak mau peluk saya tidak apa-apa.” Lanjut Jevano dengan melepaskan tangannya dari paha Narendra.

Entah kenapa hati Narendra begitu tersentuh, padahal suaminya hanya bilang jika dirinya terbiasa dipeluk ketika sedang sakit. Berbeda kali ini dengan lelaki manis itu.

“Ya sudah awas geser!” perintah Narendra dengan ketus.

“Kamu marah?” Tanya Jevano.

“Nggak, No. Beneran geseran.” Jevano mulai menggeserkan badannya memberikan space untuk Narendra.

Kemudian tanpa mau berlama lagi Narendra memposisikan dirinya berbaring samping Jevano. Lelaki manis yang menggunakan kaos putih dengan celana panjang berwarna pink muda memasuki selimut karena ia merasa hawa kamar kali ini begitu dingin tidak seperti biasanya.

Sudah setengah jam lamanya baik Narendra ataupun Jevano tidak ada yang mau saling mengusik satu sama lain. Rasa canggung meliputi keduanya.

Jevano yang merasa dirinya sangat gugup berada di dekat Narendra. Begitu juga sebaliknya Narendra yang sangat amat gugup berada di samping suaminya padahal mereka tahu jika keduanya sudah sah menjadi pasangan. Dan bahkan ketika kulit mereka tak sengaja bersentuhan malah saling melontarkan kata maaf.

“Kita begini sudah setengah jam, kamu masih betah begini?” Jevano yang kesal akhirnya membuka suara. “Kan lu yang mau di peluk, jadi ya.. lu duluan lah.” balas Narendra cuek.

Jevano menganggukan kepalanya tanpa mau berlama lagi, ia merengkuhkan badan Narendra ke dalam pelukannya. Lelaki yang dipeluknya terkejut namun tidan memberontak, melainkan membalas pelukan hangat suaminya.

“Udah gua peluk, cepetan tidur!” Seru Narendra tegas. Jevano mengganggukan kepalanya menurut dan mulai memejamkan matanya. Entah kenapa di antara keduanya tidak ada yang mau saling melepaskan pelukan. Bahkan mereka berdua merutuki diri masing-masing mengapa baru sekarang merasakan perasaan ini. Kenapa tidak dari dahulu saja?

•••••

Sebuah mobil jeep berhenti tepat di halaman Istana yang begitu megah dan mewah. Pintu mobil terbuka dan menampakkan seorang laki-laki keluar dari balik mobil jeep hitam pekat.

Lelaki itu mulai melangkahkan kakinya memasuki pintu Istana yang sudah terdapat para pelayan menyambut dirinya. Jevano — terus berjalan dengan cepat melewati tangga dan lorong demi lorong.

Kini dirinya terhenti tepat di kamar dirinya bersama Narendra. Tangannya mulai membuka kenop pintu kamar, matanya menelisik ke dalam kamar yang mendapati suaminya tengah tertidur di tempat tidurnya.

Jevano menatap ke arah meja nakas di samping tempat tidur yang sudah terdapat semangkuk bubur dan ada sedikit lauk tambahan. Namun belum juga tersentuh sama sekali.

Lelakinya itu menutup pintu kamarnya. Matanya terus menatap ke arah Narendra yang masih memejamkan matanya. Badannya yang kurus, rambutnya yang mulai memanjang dan bibirnya yang pucat pasih membuat Jevano khawatir.

“Narendra bangun. Kamu harus makan!” Jevano mendudukan dirinya di pinggir tempat tidur sambil tangannya membuka jas kerja dan menggulungkan kemeja putih yang ia kenakan.

“Kalau tidak mau bangun, makanannya biar saya buang saja.”

Narendra masih bungkam tidak menjawab ucapan Jevano. Lelaki didepannya itu menghela nafas dengan tangannya mengusap tangan lembut milik Narendra.

“Betul kamu tidak mau makan? Padahal buburnya sangat lezat sekali.” Jevano berpura-pura seolah bubur yang ada di mangkuk akan dia makan. Dan tersenyata usahanya kali ini berhasil. Narendra mulai mengerjapkan matanya. Namun, belum mau membalikkan badannya dan masih dengan posisi membelakangi Jevano duduk.

“Untuk apa lu peduli sama gua?” Ucap Narendra ketus.

“Walaupun saya tidak menyukai kamu bukan berarti saya tidak memperhatikan kamu.” Balas Jevano tak kalah ketus.

“Tapi saya sudah mulai ingin melindungi kamu.” Gumamnya di dalam hati.

Entah kenapa Jevano mulai terbiasa dengan kehadiran Narendra yang terkadang selalu menbuat Istana menjadi ramai. Terbiasa dengan semua yang dilakukan Narendra.

Narendra mulai membalikan badannya menatap ke arah mangkuk bubur yang sudah ada di meja nakas sampingnya berbaring.

KRUBBUUUKK...

Suara perut Narendra yang berbunyi membuat Jevano menahan tawanya. Ia tahu jika suaminya itu begitu menyukai makanan. Bahkan sekalipun makanan yang tidak disukainya masih masuk ke dalam mulutnya.

Tanpa melihat Jevano, dirinya mulai duduk di tempat tidur dan mengambil mangkuk dan sendok yang ada di meja nakas. Jevano tersenyum ketika melihat Narendra mau makan.

“Kenapa bangun? Katanya tidak mau makan. Sudah kemarikan mangkuknya.” Jevano berusaha mengambil mangkuk yang ada di tangan Narendra.

“Nggak ada. Gua laper mau makan. Udah sana pergi!!” Usir Narendra.

“Ya sudah saya mandi dahulu. Abis makan lalu kamu minum obat.”

Narendra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Ia mulai menyendokkan bubur dan memakannya secara perlahan.

Jevano sama sekali belum masuk ke dalam kamar mandi masih mengintip Narendra dari arah kaca yang terlihat memantulkan Narendra yang masih menyantap makannya.

Senyuman diwajahnya tiba-tiba mengembang, seperti ada aliran yang kuat ketika melihat Narendra sudah mulai pulih. Ia berharap lelaki manis di depannya itu kembalu pada jati dirinya yang berisik, yang selalu mewarnai Istana. Hanya itu harapannya kali ini.

•••••

Mobil jeep hitam pekat dengan aksen gagah berhenti di depan sebuah gedung berwarna cream corak coklat dengan aksen seperti bangunan tua. Pintu mobil terbuka dengan lebar, terlihat dengan jelas dua orang laki-laki keluar dengan jas hitam yang dikenakannya.

Pemilik Jaket itu tak lain adalah Narendra. Ia mengambil bucket bunga yang telah ia beli di perjalanan. Hari ini adalah hari wisuda sang keponakan yang sudah ia anggap adik kandungnya. Lelaki itu menatap ke sekitar mobil yang sudah terdapat pengawal yang berjaga di sana.

Bukan untuk menatap para Pengawalnya. Namun ada yang lebih menarik perhatiannya. Ia penasaran kemana suaminya itu pergi. Padahal tadi saat keluar mobil itu sama-sama.

“Sa, si Jepan mana?” Teriak Narendra pada Harsa.

“Ke kamar mandi, Tuan Muda Na.”

Narendra mengangguk, kemudian ia berjalan memasuki gedung yang banyak orang-orang berlalu lalang dengan menggunakan pakaian wisuda dan toga di atas kepalanya.

Lelaki itu terus berjalan sambil menatap ke arah lorong gedung sekolahan. Di belakangnya sudah ada Harsa dan para Pengawal yang lainnya siap untuk menjaga sang majikannya. Manik matanya menelisik ruangan demi ruangan mencari keberadaan Kamal.

Semua mata tertuju kepadanya dan berbisik-bisik entah apa yang mereka bicarakan. Langkah kakinya terhenti ketika melihat ke arah Kamal yang tengah berbincang bersama teman-temannya di luar ruangan kelas.

Lelaki yang tak lain Narendra tersenyum lebar ketika keponakannya itu sudah berada di depan matanya. Kamal melambaikan tangannya kepada sang Kakak padahal jarak pandangnya lumayan jauh. Akan tetapi entah kenapa tiba-tiba kepalanya merasa pusing sehingga ia berhenti sejenak. Kamal yang melihat itu dengan segera menghampiri Narendra yang tengah berdiri dengan tangan bertumpu pada dinding.

“Kakak kenapa?” Tanya Kamal khawatir.

Mendengar suara itu Narendra menenggakan kepalanya, “Kakak nggak apa-apa.”

“Beneran? Biar Kamal panggil Kak Harsa!”

“Nggak usah, ayo kita masuk sebentar lagi acara dimulai kan?” Narendra melingkarkan lengannya pada bahu sang keponakan.

“Oh iya, ini Kakak bawakan bunga buat kamu, selamat atad kelulusannya,” Lanjut Narendra memberikan bucket bunga kepada Kamal.

Dengan mata berkaca-kaca, Kamal membawa bucket itu dari tangan sang Kakak. “Makasih Kak udah nyempetin untuk datang ke wisuda sekolah aku.”

Narendra menganggukan kepalanya. Ia mengusap surai lembut Kamal. Dirinya berjanji akan selalu menjaga adiknya itu. Bukan hanya menjaganya, akan tetapi Narendra akan memberikan yang terbaik untuk kelangsungan hidup Kamal. Walaupun ia tahu jika anak lelaki didepannya itu masih memilik orang tua yang utuh.

“Ya udah ayo kita masuk ke dalam kak!”

Narendra bersama Kamal kembali melangkahkan kakinya menuju hall aula sekolah tempat Kamal mengais Ilmu. Semua orang yang berada disana tertuju pada lelaki yang notabenya suami dari Pangeran Jevano. Mereka berdua duduk di bangku paling depan bahkan bangku tersebut telah bertuliskan 'Pangeran Jevano dan suaminya'.

Narendra seperti merasa ini berlebihan, akan tetapi tentu saja tidak. Memang seperti itu adanya.

Semua bertanya-tanya kemana orang tua Kamal? Tentu saja mereka lebih mementingkan diri mereka sendiri. Karena Kamal sedari kecil selalu didampingi Narendra. Dalam hal apapun, dimana keponakannya membutuhkan. Dirinya selalu ada disampingnya.

Ia tersenyum bahagia, dengan kedua tangannya mengenggam jari sang keponakan. karena keponakannya itu berhasil. Narendra sangat bangga pada dirinya. Walaupun perjuangannya belum berakhir, tapi setidaknya Narendra berhasil membuat Kamal menjadi anak yang pintar, anak yang rajin sekolah tidak seperti remaja pada umumnya.

“Kakak kesini sama siapa? Mana Pangeran Jevano?” Kamal bertanya dengan sumringah mengambil bunga di tangan Kakaknya.

“Kakak nggak tahu, tadi Harsa bilang ke kamar mandi.”

“Ya udah Kak biarin aja dia.” Narendra menganggukkan kepalanya sambil tetawa karena candaan sang keponakan. Manik mata coklatnya kini tertuju pada atas panggung yang sudah ada guru beserta orang-orang yang tengah sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing.

Ketika semuanya yang berada disana hening. Tiba-tiba suara gaduh para wanita diluar sana membuat semua orang yang berada di kelas Kamal penasaran. Dan ternyata, Jevano datang berjalan melewati oridor menuju Narendra berada. Semua orang di sana terus menerus meneriaki nama Jevano, bahkan diluar jendela sudah banyak orang-orang yang ingin melihat Pangeran negeri Altaro yang sangat di kagumi seluruh masyarakat.

Lelaki itu berjalan, semua yang berada disana berdiri dan menundukkan kepalanya memberikan rasa hormat kepada sang Pangeran. Langkah kaki Jevano berhenti tepat di samping Narendra. Kamal yang tidak begitu menyukai lelaki itu hanya mendelik sebal namun mengerti jika ia menghadapi seorang Pangeran. Mau bagaimanapun tidak menyukai akan tetapi, pastinya harus mengikuti aturan.

“Kak, Kamal bareng temen-temen dahulu,” Kamal melepaskan genggaman tangan Narendra. Narendra tersenyum sambil menganggukan kepalanya.

Pandangannya kembali ke depan fokus menatap orang-orang yang berlalu lalang disana.

Acara pun di mulai, semua orang yang berada disana mulai hening. Pandangan semua orang tertuju pada panggung yang begitu mewah menampilkan para siswa yang sedang menjadi pembuka acara.

Penampilan demi penampilan telah para siswa lalui dan kini, MC memanggil nama para siswa yang berprestasi untuk datang ke depan panggung.

Nama Kamal pun ikut turut serta dipanggil. Narendra begitu bahagia melihat keponakannya yang tengah berbaris.

“Lalu, suatu kebanggaan bagi kita semua karena Pangeran Jevano dapat hadir di acara Wisuda Sevka High School.” MC menatap ke arah Jevano yang menganggukan kepalanya ke arah bangku di belakangnya.

“Baiklah, kalau begitu untuk Pangeran Jevano dan suaminya saya persilahkan untuk memberikan Piagam di atas Panggung!” Pinta sang MC kepada Jevano dan Narendra.

Jevano yang paham langsung berdiri dari duduknya. Diikuti oleh Narendra juga ikut berdiri. Mereka berdua mulai melangkahkan kakinya secara beriringan. Semua orang yang ada disana telah dengan sigap menyiapkan ponsel milik mereka masing-masing untuk saling memotret bahkan merekam saat Jevano dan Narendra di panggung.

Narendra yang berada di belakang Jevano merasa kepalanya sakit. Bahkan jika dibilang saat ini semua orang yang ada disana berwarna kuning.

BRUUGG

“Tuan Muda Pingsan!!” Teriak salah satu penggunjung disana.

Jevano tersadar jika suaminya itu tidak ada disana dan ia mendengar teriakan salah satu pengunjung di sana yang mengarah kepada suaminya. Dan tepat sekali, seperkian detik lelaki itu menatap ke arah sumber suara. Suaminya sudah tergeletak di atas lantai.

Matanya membulat, terkejut karena keadaan Narendra, tanpa lama lagi ia kembali lari ke arah Narendra terjatuh. Bahkan ia rela mengesampingkan gengsinya hanya untuk lelaki manis didepannya, dengan tangannya, tangannya dengan gagah mengangkat badan Narendra yang lumayan berat.

Semua para pengawal yang ada disana berusaha melerai kerubunan orang-orang yang penasaran dengan keadaan sang Tuannya. Kamal yang baru diberi tahu temannya langsung menyusul Narendra dan Jevano sudah terlebih dahulu pergi dari sana.

•••••

Hujan terus menyelimuti negeri Altaro pada saat itu. Angin berhennus kencang melewati semua orang yang berlalu lalang pada saat malam hari. Jevano mengangkat badan Narendra yang masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Langkah kakinya terhenti ketika melihat para pengawalnya membawakan brankar. Jevano langsung menindurkan Narendra disana secara perlahan. Suster yang berada di sana langsung menghampiri dua sejoli yang datang bersama para pengawalnya. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat mengikuti suster yang mendorong brankar dengan cepat. Setelah sampai di dalam, Jevano menunggu diluar karena peraturan di rumah sakit tidak mengijinkan orang luar untuk masuk ketika pasien sedang di periksa. Tak beberapa lama Narendra dibawa, Matthew dan Jeffrey datang menghampiri Jevano yang masih duduk di kursi. Ia memberikan salam kepada kedua orang tuanya. Lelaki itu menatap ke arah Matthew — Papinya yang khawatir dengan keadaan Narendra. Tiba-tiba pintu ruangan didepan mereka terbuka. Suster yang tadi membawa brankar Narendra berbaring keluar dari sana menghampiri Jevano. “Keluarga Tuan Muda Narendra?” Tanya suster mencoba meyakinkan. “Iya betul kami keluarganya. Bagaimana keadaan menantu saya?” “Apa disini ada yang namanya Harsa? Tuan Muda Narendra ingin bertemu dengan beliau.” Harsa yang berada tak jauh dari Jevano dan yang lainnya saat mendengar namanya di sebut langsung menghampiri suster. “Iya saya suster.” “Boleh ikut saya,” “Cepat kesana ikut suster dan segera laporkan kepada kami!” Jeffrey memerintah Harsa untuk mengikuti suster Barca Hospital. “Baik Baginda.” Harsa yang sudah mendapatkan ijin. Ia langsung melangkahkan kakinya mengikuti suster yang sudah berjalan terlebih dahulu darinya. Ketika dirinya sudah berada di dalam ruangan, Harsa menatap ke arah Narendra yang kini tengah menyenderkan punggungnya pada brankar dengan infus di tangannya. “Tuan Muda Na memanggil saya?” Dengan perlahan Harsa berdiri di samping Narendra. “Iya, Sa. Temenin gua. Tadi dokter bilang harus tunggu dulu hasilnya.” Narendra yang lemah tidak berdaya hanya mampu berbicara dengan pelan dan lemah lembut, tidak seperti biasanya ketika ia berbicara selalu saja ada nada tinggi yang ia layangkan. Suasana kembali hening ketika Narendra kembali memejamkan matanya karena kepalanya sedari tadi belum juga pulih. Ia bahkan sampai bingung pada saat itu juga. Lelaki manis itu bingung, kenapa keadaannya sekarang. Kepalanya selalu memutar ketika ia berusaha untuk bangun dari tidurnya. Padahal dirinya selalu menjaga tubuhnya, sering berolahraga, makan sayur dan buah. “Permisi Tuan, ini hasilnya.” Suster memberikan sebuah amplop berwarna putih kepada Narendra. Harsa dengan segera mengambil amplop tersebut dan memberikannya kepasa Tuannya yang kini sudah dengan posisi duduknya. Tak beberapa lama, Dokter datang menghampiri Narendra yang masih berbaring. Narendra yang melihat dokter datang langsung mengubah posisinya menjadi duduk.

“Selamat ya, Na. Jevano hebat sekali, usianya sudah memasuki 2 minggu.” lanjut sang Dokter sambil memamerkan senyumannya. “Maksud, Dokter?” Tanya Narendra penasaran. “Kamu hamil, Na.” Perkataan itu membuat Narendra tercenggang. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui ia sedang hamil. Kenapa bisa? Padahal lelaki manis itu seorang lelaki. Mengapa bisa hamil? “Hamil? Tapi saya laki-laki.” “Itu sudah bukan hal tabu lagi, Tuan Muda. Di dalam ilmu kedokteran dapat di sebut ectopic pregancy yang dimana lelaki pun memiliki embrio yang sama dengan seorang perempuan.” Jelas sang Dokter. Narendra masih terkejut ketika mengetahui dirinya hamil. Semuanya sungguh terasa asing. Ia hanya mengetahui jika perempuanlah yang bisa mengandung dan sekarang dirinya benar-benar hamil. “Kamu sudah bisa pulang kalau infusnya sudah habis. Kalau begitu Paman permisi dahulu.” Pamit Dokter. “Sa.. Gua hamil.” lirih Narendra memegang perutnya. Ucapannya terhenti ketika mendengar suara langkah kaki berhamburan masuk ke dalam ruangan. Matthew dan Jeffrey sudah berada disana sekarang. Mereka tersenyum ke arah Narendra. “Papi.. Hiks..” Air mata Narendra tiba-tiba keluar begitu saja ketika Matthew menatapnya. Sang Baginda yang tak lain adalah Mertuanya langsung menghampiri Narendra yang tengah menangis tersedu-sedu. Matthew merengkuh badan mungil Narendra. Di usapnya surai lembut itu berusaha menenangkan menantunya yang masih menangis. “Dahulu Papi juga tak kalah terkejutnya ketika sedang mengandung Kakaknya Jevano.” Isakan Narendra terhenti ketika mendengar ucapan mertuanya itu. Ia tidak.mampu berkata-kata lagi selain menangis. Bukan menangis karena sedih, akan tetapi menangis terkejut mengetahui dirinya bisa hamil. “Setelah ini kita pulang, jangan nangis lagi, Na.” Narendra mengangguk kepalanya tanpa membalas ucapan Matthew. Ia berfikir mungkin sudah seperti ini takdir hidupnya kini, ia harus mau menerika kenyataan. Karena dirinya yakin, anak yang ada di dalam perutnya itu akan menambahkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang melebihi apapun

Dua buah mobil berhenti tepat di depan halaman yang begitu indah. Terlihat jelas disana ada banyak bunga-bunga bermacam warna. Tidak lupa juga terlihat anak-anak yang tengah bermain bersama teman-teman sebayanya.

Papan tulisan terpampang dengan jelas bertuliskan 'Yayasan Alfario'. Narendra turun dari mobilnya dan menatap ke arah sekitar gedung Panti Asuhan. Ia sungguh tidak asing dengan tempat ini.

Bagaimana tidak? Panti Asuhan ini, tempat ia dibesarkan. Tempat ia berkeluh kesah.

“Selamat Datang di Yayasan Alfario Tuan Muda Narendra.” sapa salah seorang wanita paruh baya yang tengah membawa kalung bunga ditangannya.

Narendra tersenyum, “Ibu Nirman!” Narendra menundukkan kepalanya agar Ibu Panti bisa mengalungkan bunganya sambil kembali menatap ke arah Ibu Nirman, “Apa Kabar ibu?” Lanjut Narendra dengan bertanya kepada wanita paruh baya didepannya.

“Baik Nana. Oh Iya sampai lupa Ibu. Selamat Datang kembali Pangeran Jevano.”

“Terima Kasih Ibu Nirman,”

“Ayo kita masuk ke dalam!” Ibu Nirman berjalan sambil mengenggam lengan Narendra dan mengapitnya agar masuk ke dalam Rumah Panti. Begitu juga dengan Jevano dengan senyuman khasnya ikut memasuki Rumah Panti.

Kini baik Narendra, Jevano dan Ibu Nirman telah duduk di ruang kantor Panti Asuhan. Mereka bertiga bercanda bersama, tidak lupa juga di luar ruangan sudah ada bodyguard yang menjaga.

“Bagaimana Nana kabar kamu dan orang tua angkatmu?” Tanya Ibu Nirman.

“Baik Ibu. Anak-anak Panti apa kabar?” Narendra menatap ke arah sekitar gedung Panti Asuhan yang masih sama tidak ada yang berbeda.

“Baik Na. Ibu Nirman terkejut ketika mendengar Nana menikah dengan Pangeran Jevano.”

Jevano yang berada disana melayangkan senyuman ramah kepada Ibu Nirman dan Narendra bergantian.

“Kalian itu memang ditakdirkan bersama.”

“Maksud Ibu Nirman gimana?”

“Kamu lupa Na kalau Jevano ini sering main bersama dengan kamu ketika kamu kecil dulu?” Jelas Ibu Nirman dengan semangat.

Narendra yang lupa akan masa kecilnya dan mencoba kembali menginggatnya. Akan tetapi otaknya sama sekalu tidak berjalan semestinya. Lelaki itu benar-benar lupa jika ia kenal dengan Jevano dari semasa kecil.

Jevano menatap ke arah Narendra. Entah kenapa ia berharap jika suaminya itu menginggat dirinya.

“Pangeran Jevano juga dulu selalu mencari kamu.” Kata Ibu Nirman sambil menatap ke arah Jevano. “Padahal saat itu kamu sudah tidak lagi di panti.” Lanjutnya membuat Jevano terdiam.

“Apa betul Ibu, jika Narendra itu teman masa kecil saya dahulu?” Tanya Jevano penasaran.

“Aha, Nana inget. Jevano dulu yang selalu nemenin Nana kan waktu kecil.” Narendra memotong pertanyaan Jevano yang membuat suaminya itu sadar, memang betul lelaki manis itu memang teman masa kecilnya dahulu.

“Ternyata itu kamu, Na.” Jevano tidak begitu terkejut karena dirinya sudah tahu jika memang ternyata Narendra adalah temannya.

“Bu, apa Nana boleh melihat kamar Ibu Hassan? Tiba-tiba Nana merindukannya.” Izin Narendra dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

“Tentu Na, ayo Ibu antarkan.” Ibu Nirman mempersilahkan Narendra.

Entah kenapa hari itu, Narendra ingin selalu mengenang Ibu Panti yang selalu menemani dirinya. Setelah, mendapatkan izin dari sang empu, lelaki itu berdiri dari duduknya dan mulai berjalan menuju ruangan yang ia yakini masih sama seperti dahulu.

Jevano yang berada disana hanya menatap ke arah Narendra tanpa mau menyusul suaminya karena dirinya yakin, jika lelaki manis itu membutuhkan ruang untuk menyendiri tanpa ada gangguan.

Mungkin nanti akan ada saatnya ia menanyakan kepada suaminya itu. Narendra membuka kunci yaang sudah terpasang di knop pintu. Ia mulainberjalan memasuki kamar itu. Kenangan disana masih begitu terasa hingga saat inu. Bagaimana tidak? Sejak kecil ia tidak bisa tidur sendirian. Sehingga membuat Ibu Hassan yang membawa dia tidur bersama disana.

“Sudah lama ya Ibu. Nana merindukan Ibu.” suara netra itu mulai terdengar serak. Matanya mulai mengeluarkan bulir air mata.

Narendra duduk di kursi dekat tempat tidur yang sudah sedikit rusak seperti tidak terawat. Tangannya mengelus ke arah bantal sambil matanya menatap ke arah sekitar.

“Nana sudah bahagia, Bu. Ibu harus bahagia disana.” Narendra mulai terisak karena mengenang masa-masa dimana ia dirawat ketika sedang sakit, ia juga sering di marahi oleh Ibu Hassan karena bandel. Saat ini, ia benar-benar merindukan sosok itu.

Narendra membaringkan dirinya di sisi tempat tidur hingga tak terasa ternyata dirinya terlelap. Isakan tangisnya terasa menggema di kamar yang masih terawat itu.

Jevano menyadari jika suaminya itu masih belum kembali ke tempat ia dan Ibu Nirman berbincang. Dengan tatapan khawatir mata elangnya terus menatap ke arah pintu Narendra tadi berjalan. Namun karena tidak mau menunggu lama lagi, Jevano melangkahkan kakinya ke kamar yang ia tuju. Langkah demi langkah lelaki itu terus berjalan hingga sampai di sebuhah pintu berwarna hitam pekat yang tidak tertutup. Jevano melirik ke dalam kamar terlihat Narendra yang tengah tertidur.

Senyumannya menggembang dengan netranya tidak pernah lepas dari wajah Narendra. Dihampirinya suaminya itu, tidak mau membangunkan sesosok didepannya. Jevano mulai mengangkat badan Narendra dengan ala bridal style. Tangannya mengalungkan lengan suaminya itu pada lehernya sehingga tidak ada jarak di antara mereka berdua.

Mungkin bisa saja ia meninggalkan suaminya disana dan memerintah para bodyguardnya untuk membangunkannya. Tapi lantas entah kenapa Jevano sungguh ingin sekali dirinya yang membawa Narendra untuk pulang.

Ibu Nirman yang menatap Jevano mengangkat badan Narendra hanya tersenyum sipu. Karena ia juga yakin, jika kedua orang yang ada didepannya itu memang ditakdirkan untuk bersama.

•••••

FLASHBACK

Setelah mendapatkan imess dari Marcus, Jevano kini sudah berada di kamar lamanya untuk membuka file yang dikirimkan pada email miliknya. Ia mulai fokus pada ipad miliknya tak lupa juga pintu kamar lelaki itu kunci terlebih dahulu agar ia bertambah fokus membacanya.

Bait demi bait semua file ia baca tanpa ada satu pun yang terlewatkan. Tidak terasa air matanya kembali menetes membasahi pipi mulusnya. Entah apa yang Jevano baca sehingga seperti itu sekarang.

FLASHBACK ON

Jika kita bercerita tentang keluarga yang bahagia maka kerajaan Mahapraja lah jawabannya. Bagaimana tidak bahagia? Seorang Raja dengan sangat bangga ketika mengetahui jika cucunya telah lahir ke dunua ini. Dan yang tidak kalah menmbahagiakan ia memiliki seorang cucu laki-laki yang otomatis bisa menjadi penerus dirinya kelak.

“Cucuku laki-laki, Nico.” Ujarnya terus menerus tidak berhenti mengucapkan kata-katanya.

Jika diutarakan sudah ada lebih sepuluh ribu kali ia mengucapkan kalimat 'cucu saya laki-laki' membuat Nico — sang pelayan bosan harus mendengarnya.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Kehadiran cucu laki-laki pertamanya ini malah membawa petaka bagi kerajaan Mahapraja. Bagaimana tidak, banyak musuh yang ingin merebut anak laki-laki yang disebut-sebut dapat mengkuatkan seluruh kerajaan di negeri ini. Betul saja, semenjak kehadiran cucu pertama yang diberi nama Narendra Mahapraja ini semua yang berada di dalam kerajaan Mahapraja menjadi kuat. Semua orang yang sedang sakit pun tidak akan berlangsung lama. Begitu juga dengan tanaman-tanaman disana yang selalu bermekaran setiap saat.

Hingga waktunya tiba sang ayah — Pangeran Jaeden membawa anaknya karena atas perintah Raja untuk mengasingkan cucunya pergi karena situasi sudah tidak aman.

Dengan terus menunggang kuda bersama istrinya menjauh dari istana sampai berpuluh-puluh kilo meter. Mereka menemukan sebuah pintu yang bertuliskan Panti Asuhan. Mungkin jika anaknya di titipkan disini semua akan cukup aman, Narendra tidak akan lagi di kejar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

“Jaeden mungkin kita titipkan saja Narendra disini.” Kata sang istri.

Jaeden menganggukan kepalanya, “Iya sayang. Ayo kita masuk sebelum mereka datang mengetahui kita.” Jaeden dan sang istri segera turun dari roda kuda yang membawanya ke tempat itu dan segera mengurus seluruh perlengkapan apa yang Narendra butuhkan di panti. Dengan penuh kasih sayang, sang Istri mendekap sang anak yang dibaluti dengan selimut tebal sehingga terlihat seperti hanya sebuah selimut saja. Ia melangkahkan kakinya mengikuti Jaeden yang sudah berjalan terlebih dahulu darinya.

Kini mereka berdua telah memasuki sebuah ruang yang tidak begitu besar. Jaeden menatap ke arah sang ibu panti yang terus tersenyum tanpa ada rasa sedih sedikit pun dari wajahnya.

“Jadi maksud anda datang kesini untuk menitipkan anak anda sementara?” Tanya ibu panti.

“Betul sekali Ibu. Saya ingin menitipkan anak saya Narendra Mahapraja.” Ujar Jaeden yang matanya tersirat dengan jelas seperti ada ketakutan.

“Kenapa anda begitu ingin menitipkan anak anda, Baginda?”

Sang istri menganggukan kepalanya, “Karena diluar sana banyak yang mengincar anak saya untuk dibawa atau bahkan mereka ingin membunuhnya.” Sang istri mengusap air matanya, “Saya yakin, anda bisa menjaga Narendra dengan baik. Saya mohon!” Lanjutnya sambil memohon kepada Ibu Panti.

“Baik Nyonya, saya mengerti. Nama yang indah.” Balas sang ibu panti.

“Kalau begitu kita permisi terlebih dahulu bu.” Jaeden berdiri dan diikuti sang Istri yang ikut berdiri juga.

“Kami pergi dahulu ya nak, semoga kamu bahagia selalu hingga kamu dewasa. Mama harap kita bisa bertemu lagi jika kamu sudah dewasa nanti.” ucap sang istri sambil mengecup kening Narendra sebelum ia serahkan pada Ibu panti.

Ibu panti menerima Narendra dari gendongan Ibundanya. Baik Jaeden dan sang istri tidak tega harus meninggalkan Narendra kecil di panti asuhan. Bukan keinginannya seperti ini, keadaan yang membuatnya harus mengasingkan anaknya.

•••••

Hingga tahun demi tahun, Narendra kini sudah berumur 10 tahun. Ia tidak pernah tahu siapa orang tua kandungnya. Bahkan Ibu Panti selalu menyembunyikan identitas orang tuanya demi kelangsungan hidup Narendra.

Narendra selalu ceria dan dapat memberikan kebahagiaan kepada seluruh anak-anak yang berada di panti. Mereka semua menyukai Narendra yang telah tumbuh menjadi anak yang baik.

“Ibu Panti Nyanya mu tanya?” ucap Narendra.

“Tanya apa, Na?” Balas Ibu Panti.

“Ini di lemari Nyanya ada sebuah kotak dan isinya itu kalung, ada juga surat. Itu milik Nyanya?” Tanya Narendra penasaran.

“Betul Na. Itu milik kamu. Jika sudah dewasa nanti kamu bisa baca dan akan ada saatnya juga seseorang yang datang menjemput kamu.” Balas Ibu panti sambil menjelaskan isi kotak tersebut.

Narendra kecil menganggukan kepalanya, “Baiklah, Ibu. Oh Iya ibu di depan ada mobil itham.” Narendra menunjuk ke arah luar ruangan yang sudah ada seseorang keluar dari sebuah mobil sedan berwarna hitam. Tidak hanya seorang diri, akan tetapi ada seorang pria dan anak kecil yang berlari memasuki halaman panti.

“Mobil Hitam?” Ibu Panti berdiri mengikuti arah tangan mungil Narendra.

Wanita itu tersenyum menatap ke arah kedua orang lelaki yang masih berdiri di halaman Panti. Ibu Panti keluar ruangan dan diikuti dengan Narendra kecil berjalan menghampirinya.

“Selamat Datang Pangeran Jeffrey dan Permaisuri Matthew.” Sapa Ibu Panti. Sang Pangeran yang di sapa pun menghampiri Ibu Panti dengan begitu ramah ia memeluknya tanpa ada rasa jarak di antara keduanya. “Ibu Panti, apa kabar?” Tanya Matthew sambil mengelus punggung Ibu Panti.

“Baik Nak. Kalian berdua apa kabar? Sudah lama kalian tidak kemari.” Ibu Panti menatap lagi keduanya dengan haru.

“Baik Ibu.”

“Papi, aku mau main ya boleh?” Jevano kecil memegang tangan Matthew dan bergelanjut manja.

“Ya Tuhan, Jevano sudah besar.” seru Ibu Panti menimpal ke arah Jevano Kecil.

“Dengan senang hati Ibu Panti. Nono izin belmain boleh?” Tanya Jevano sambil memberikan salam sopan kepada Ibu Panti.

“Boleh sayang. Sana main.”

Jevano kecil yang diperbolehkan main tanpa mau berlama lagi ia berlari ke taman bermain yang sudah ada anak-anak sebaya dengan dirinya disana.

Jevano kecil melihat juga ada seorang anak lelaki manis yang mungkin sebaya dengannya. Ia mencoba menghampiri anak itu. Dirinya tersenyum menatap ke arah anak lelaki itu yang tengah bermain bersama seorang temannya.

“Hai!” Sapa Jevano kecil ramah.

Narendra mendongkakan kepalanya, “Hai!”

“Kamu mau main sama aku?”

“Boleh. Oh iya nama aku Nalendla Mahaplaja. Nama kamu siapa?”

“Nama aku Jevano Bagaskara Altalo. Ayo kita main dicana caja.” Tunjuk Jevano kecil sambil memperkenalkan namanya.

“Ayo,”

Semanjak perkenalan saat itulah mereka berdua saling kenal, bahkan Jevano kecil sering sekali bermain bersama Narendra kecil disana. Mereka berdua begitu dekat melekat satu sama lain seperti sahabat yang tidak ingin terpisahkan.

Dan beberapa bulan berlalu, Narendra kecil dan Jevano kecil sering bermain bersama bahkan anak lelaki itu sering di ajak pergi bersama Jevano kecil dan membeli barang-barang yang sama dengan Jevano kecil.

Namun suatu saat Narendra kecil pulang dari acara bermain bersama Jevano kecil Panti Asuhan kedatangan keluarga yang ingin mengadopsi seorang anak. Dan pilihan mereka kepada Narendra kecil yang manis dan begitu imut untuk anak seumuran dirinya.

“Nyonyo harus janji jengukin Nyanya ya nanti ke rumah balu Nyanya.” Narendra mengarahkan jari kelingkingnya pada Jevano kecil.

Jevano mengangguk kecil sambil mengaitkan jari kelingkingnya pada jari Narendra kecil, “Nono janji. Na Nyanya halus banak kabalin Nono.”

“Iya Nyonyo. Dadah.” Narendra kecil melambaikan tangannya pada Jevano kecil yang menatapnya haru. Lelaki kecil itu berjalan mengikuti kedua orang tua angkatnya sambil menggendong tas ransel kecil miliknya yang sudah terisi lengkap barang-barang milik Narendra dan juga tidak lupa kotak pemberian orang tua kandungnya dahulu.

•••••

Jevano masih belum selesai membaca file yang di kirimkan email oleh Asisten pribadinya itu. Senyuman kecil terus mengembang dari wajahnya ketika membaca nama Narendra. Apa betul Narendra yang kini menjadi suaminya itu adalah teman masa kecilnya?

Ia tidak mau menimbang-nimbang lagi dan kembali membaca file penting itu.

FLASHBACK ON Kisah Narendra ternyata tidak semulus anak-anak seumuran dirinya. Kini dia sudah berumur 15 tahun. Namun dirinya harus bekerja mencari uang demi kebutuhan keluarga barunya. Bekerja, iya ternyata Narendra di adopsi keluarga itu hanya untuk memancing agar ibu angkatnya agar segera hamil. Dan benar saja, sejak Narendra hadir di keluarga itu. Ibu angkatnya hamil.

Namun bukan lagi kasih sayang yang ia dapatkan kini. Semanjak adiknya yang boleh di anggap sebagai keponakannya ini hadir di muka bumi ini. Narendra selalu tersiksa dalam hidupnya, ia hanya diberi alas tipis untuk tidur di ruangan jemuran rumahnya yang akan terasa dingin.

Bahkan setiap harinya Narendra harus mengerjakan pekerjaan rumah, bekerja untuk membiayai dan memberikan makan setiap harinya.

“Kak, Kamal minta maaf.” Kamal kecil menatap ke arah Narendra.

“Untuk apa kamu minta maaf, Kamal?” Balas Narendra bertanya kepada Kamal.

“Untuk semuanya. Karena Kamal, Kak Nana harus menanggung semuanya,” jelas Kamal menatap mata Narendra. “Kamal janji, kalau aku sudaj besal nanti. Kamal akan bantuin Kak Nana kelja.” tambahnya membuat Narendra menitihkan air mata di pipinya.

“Di ajarin siapa kamu udah bisa bicara seperti itu?” Narendra mengusap rambut Kamal dengan lembut.

Kamal menyengirkan wajahnya ke arah Narendra dan membuat Kakaknya tertawa terbahak-bahak. Walaupun kehidupan barunya begitu melelahkan baginya. Tapi disini ada Kamal yang selalu menjadi teman ketika ia tengah kelelahan. Menjadi teman yang selalu menghiburnya. Dimanapun Kamal berada, Narendra akan selalu bahagia jika ada Kamal bersamanya.

Dan saat itu pula, Narendra berjanji akan selalu menjaga Kamal dengan baik. Ia akan selalu membawa Kamal kemanapun lelaki itu pergi.

FLASHBACK OFF

Jevano telah menyelasaikan membaca file yang berisi seluruh tentang Narendra dari semasa kecil hingga sekarang. Hatinya begitu tersentuh ketika membaca halaman demi halaman. Setelah membaca file tersebut, lelaki itu berfikir apakah ia sudah seharusnya membahagiakan Narendra? Apa betul semua yang ada di dalam isi file itu?

Semua pertanyaan itu terngiang-ngiang di dalam otak Jevano. Mungkin jika sudah di waktu yang tepat sang Pangeran itu akan mencoba memahami dan mengenali Narendra kembali.

•••••